JAKARTA (voa-islam.com)--Kasus kematian harian karena Covid-19 pada Rabu (28/7) tercatat 2.069 orang. Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia untuk kasus pasien meninggal akibat Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar memantau pasien isoman untuk menekan angka kematian.
"Pasien bergejala ringan dan sedang diminta melakukan isoman karena faskes dan rumah sakit tidak mampu menampung. Implikasinya, pemerintah harus memantau pasien isoman dengan cermat, termasuk menyediakan konsultasi dokter, obat-obatan dan asupan bergizi. Kurangnya pantauan dan dampingan membuat jumlah kematian pasien isoman meningkat," ujar Netty dalam keterangan media, Rabu (28/7).
Netty menyesalkan penanganan pandemi dari aspek kesehatan yang masih kedodoran. "Angka testing dan tracing terus menurun, sementara postivity rate lebih tinggi dari standar WHO. Kasus baru bertambah 45.203. Dan hingga 18 Juli 2021, tercatat 180 daerah berstatus zona merah," paparnya.
Dari aspek ekonomi, kata Netty, pemerintah belum efektif melakukan upaya pemulihan, antara lain ditandai dengan adanya 19,10 juta orang usia kerja atau 9,30 persen yang terdampak Covid-19. "Pertumbuhan ekonomi masih melambat, jumlah pengangguran dan masyarakat miskin akibat terdampak pandemi meningkat. Sayangnya pemerintah gagap merespon kondisi ini sehingga bansos dengan jumlah kecil pun terlambat dicairkan," jelasnya.
Terkait penanganan pasien isoman, menurut Netty, seharusnya tersedia tenaga pendamping untuk memantau perkembangan gejala. "Seharusnya pemerintah dapat menggalang tenaga relawan melalui kolaborasi dengan ormas atau komunitas masyarakat."
Telemedicine untuk memantau pasien isoman, katanya, dapat digunakan sebagai alternatif solusi. Namun, "Teknologi ini belum sepenuhnya efektif mengatasi problem pasien isoman, sebab tidak semua lapisan masyarakat tahu, paham dan memiliki akses telemedicine," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Netty, Pemerintah harus menggencarkan sosialisasi telemedicine dan memudahkan aksesnya agar menjangkau semua lapisan masyarakat.
"Kendala kedua, diagnosis dokter melalui telemedicine kurang efektif, baik karena rendahnya kemampuan komunikasi pasien, maupun keterbatasan dokter untuk mengidentifikasi gejala secara online. Ini pun perlu mendapat perhatian dan dicarikan langkah antisipasinya," tutup Netty.* [Ril/voa-islam.com]