JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf melontarkan kritik terhadap Menteri Sosial Risma terkait rencana penghapusan program E-Warong dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Kementerian Sosial yang turut mengundang Komisi VIII DPR RI, Rabu dan Jumat (4 dan 6/8/2021).
Politisi PKS ini merasa keberatan lantaran rencana penghapusan program E-Warong dinilai tidak akan menyelesaikan akar masalah dari penyaluran bansos Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Selain itu, pihaknya juga menganggap pembubaran E-Warong akan berimplikasi negatif pada kegiatan pemberdayaan ekonomi kelompok rumah tangga, utamanya di lapisan menengah ke bawah.
Mengacu pada Peraturan Menteri Sosial No. 20 Tahun 2019, tepatnya dalam Pasal 2 No. (2) huruf e disebutkan, salah satu manfaat dari BPNT adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.
Di sisi lain, legislator dapil Jateng 1 ini juga tidak memungkiri fakta adanya E-Warong nakal, sehingga untuk membenahi masalah itu dirinya mengusulkan agar langkah penindakan hukum lebih diutamakan ketimbang penghapusan program E-Warong secara keseluruhan.
“Jika mengacu pada Permensos No. 20/2019, saya pikir sudah tepat kedudukan E-Warong. Adapun jika dalam keberjalanannya ada masalah, misalnya harga jual yang ketinggian di beberapa tempat, maka yang dihilangkan adalah permainan harganya melalui penindakan terhadap oknum pemilik hingga sindikat yang ada dibelakangnya, bukan menghapus program E-Warongnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, politisi yang pernah duduk di Komisi Hukum ini mengungkapkan, isu permainan harga di E-Warong tidak bisa dilihat sebagai faktor tunggal semata. Menurutnya, faktor intervensi kebijakan turut menjadi biang keladi atas permainan harga yang dilakukan beberapa E-Warong sehingga memaksa pemilik menaikan harga di atas ketentuan.
“Intervensi kebijakan yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan lembaga negara justru yang membuat para pemilik dirugikan. Misalnya, harga beras yang senilai Rp 9.200,- kemudian masuk E-Warong jadi Rp 11.000,’. Sementara, selisih harga yang kurang lebih Rp 2.000,- ini adalah titipan dari mafia beras itu. Maka, ini yang perlu diberantas,” tegasnya.
Sebab itu, lanjutnya, harus ada pengawasan berlapis, mulai dari polisi selaku penegak hukum kemudian penegak hukum ini juga diawasi oleh anggota dewan selaku pengawas kinerja pemerintah.
Adapun solusi lainnya jika didapati E-Warong yang terbukti melakukan praktik nakal, maka bank penyalur berhak mencabut izin penyaluran manfaat program BPNT dan melaporkannya kepada pemerintah daerah sebagaimana telah diatur dalam Pedoman Umum Program Sembako 2020.
Ketua DPP PKS ini menegaskan, dirinya tetap bersikukuh supaya Kemensos tetap mempertahankan program E-Warong sepanjang keberadaanya mampu memberdayakan aktivitas ekonomi masyarakat. Pasalnya, pemberdayaan ekonomi melalui penguatan daya beli masyarakat merupakan salah satu fokus pemerintah dalam usaha pemulihan ekonomi nasional selama didera pandemi.
Di sisi lain, dirinya juga khawatir terhadap ancaman penetrasi oleh perusahaan financial technology (fintech) yang berpotensi merebut pasar dan mematikan peran pelaku usaha mikro dan kecil, seperti warung dan koperasi, dalam menyediakan kebutuhan pokok warga lantaran program E-Warong yang dihapus.
“Jika fintech masuk, maka yang kaya akan makin kaya, sedangkan yang miskin akan semakin miskin. Dengan demikian, PKS tegas menolak rencana ini lantaran sejak awal kami sudah berkomitmen untuk membela UMKM,” ujarnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, anggota Badan Legislasi ini menyoroti permasalahan lain, khususnya yang menimpa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT atau bantuan sembako. Dalam beberapa kesempatan, Bukhori mengaku menerima komplain dari warga perihal KPM yang tidak bisa memilih secara bebas kebutuhan sembako akibat barang yang sudah dipaketkan oleh pemilik E-Warong.
Merespons hal itu, Bukhori lantas mengajukan solusi untuk menjawab sejumlah persoalan sistem E-Warong.
Pertama, perlu desain aturan dan pengawasan yang ketat agar keuntungan bagi E-Warong dibatasi, misalnya profit maksimal berkisar antara 7-15 persen. Kedua, pemasok atau suplier tidak boleh didominasi oleh pihak tertentu, misalnya komoditi beras tidak boleh dimonopoli oleh Bulog, tetapi dilepaskan pada mekanisme pasar.
Ketiga, Kemensos harus pastikan bahwa KPM berhak menerima nominal bukan dalam bentuk paket sembako, sehingga apabila nilai barang yang dibelanjakan tidak sampai memenuhi nilai total saldo yang KPM punya, maka KPM berhak menggunakan saldo sisa untuk belanja kapan saja.
"Keempat, saya meminta agar layanan aduan untuk menerima setiap laporan KPM bermasalah harus mudah terjangkau dan jelas tindak lanjutnya. Kemensos harus proaktif menerima aduan warga dan bergerak responsif bersama bank penyalur dalam menindak E-Warong yang terbukti melanggar dengan mencabut izinnya," pungkasnya.* [Ril/voa-islam.com]