JAKARTA (voa-islam.com)--Pertumbuhan ekonomi 7,07 persen pada kuartal II 2021 dinilai hanya berdampak kepada masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas. Petani garam tak merasakan dampak pertumbuhan ekonomi nasional.
Kondisi petani garam saat ini cukup terpukul, sudah 3 tahun ini harga jual tidak menguntungkan mereka. Serbuan garam impor yang harusnya masuk ke industri kadang rembes sampai pasar rakyat. Merebut pasar dan konsumen garam rakyat yang harusnya bisa bertahan hidup.
"Garam rakyat saat ini harganya di tengah tambak garam hanya dihargai 200 perak per Kg, harga di pinggir jalan dalam kemasan hanya 400 perak per kg. Petambak garam rugi dan menahan garamnya di gudang sudah 3 tahun lalu," kata Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono.
Saat ini kebutuhan garam industri 1 juta ton/tahun. Sekarang garam hancur, hanya 200 - 500 rupiah/kg padahal ongkos produksi 750 rupiah. Petani sudah rugi 200 - 400 rupiah dan semakin terpuruk oleh garam impor yang rembes ke pasar atau konsumen.
Dari sisi kemampuan lahan produksi garam juga belum signifikan, ada 49 titik dari 9 provinsi sentra garam mulai dari jawa, sulawesi sampai NTT yang luasan lahan sekitar 21.348 hektar dengan kapasitas produksi garam 60 - 80 ton/ha. Kita membutuhkan lahan minimal 37.000 Ha dengan produksi 80 ton/ha.
Saat melakukan kunjungan dan bertemu petambak garam di Kab Demak dan Kab Jepara Riyono mendapatkan informasi akan susahnya nasib petambak garam. Selain harga yang selalu jatuh petambak garam mengeluhkan pemasaran, garam banyak tapi gak ada yang mau membeli.
"Negara harus peduli kepada petanj garam, janjinya 2017 swasembada faktnya impor yang merajalela. 2019 pak Luhut janji kembali gak akan impor, tapi 1.5 juta ton garam dari Australia masuk ke Indonesia. Petani garam sudah susah, jangan ditambah susah lagi," tutup Riyono.* [Ril/voa-islam.com]