JAKARTA (voa-islam.com)--Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-Undang (UU HPP) pada Kamis, 7 Oktober 2021.
Dalam RUU itu, pemerintah akan mengurangi administrasi denda untuk para pengemplang pajak alias wajib pajak yang tidak patuh membayar.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu ikut menyoroti UU HPP tersebut. Ia menyebut akibat UU itu, objek pajak diperluas untuk rakyat kecil tapi pengemplang pajak mendapat diskon dan bebas pidana.
"Selamat menikmati. UU Pajak baru. Obyek pajak diperluas utk rakyat kecil tapi pengemplang pajak dapat diskon dan bebas pidana," kata Said didu di akun Twitternya, Jumat, 8 Oktober 2021.
Sebelumnya diberitakan, Menkumham Yasonna Laoly menerangkan di dalam UU Perpajakan, mengatur juga perihal pengenaan sanksi pajak.
Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah menurunkan sanksi pajak administrasi pajak dari 50 persen menjadi 30 persen untuk wajib pajak yang tak patuh.
“Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar. Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar,” kata Yasonna.
Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara,” ujarnya.
Secara rinci, UU HPP ini bertujuan mengubah sistem perpajakan yang mencakup kenaikan tarif PPh, mengatur kembali PPN, implementasi pajak karbon, sistem BKC, pengampunan pajak, dan lain-lainnya.
Keputusan ini juga secara resmi meningkatkan kenaikkan tarif PPN sebesar 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen mulai 1 Januari 2025.*
Sumber: Pikiran-rakyat.com