JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menyoroti penjualan ruas tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 2,44 triliun yang dilakukan kepada PT Akses Pelabuhan Indonesia (API).
Berdasarkan laporan keuangan Waskita pada akhir kuartal kedua, kata pria yang akrab disapa SJP, total utang perusahaan mencapai Rp 89,72 triliun, dimana sebesar Rp 48,55 triliun diantaranya merupakan kewajiban jangka pendek.
“Sementara itu dari aset perusahaan sebesar Rp 105,34, ternyata hanya Rp 33,54 triliun yang tercatat sebagai aset lancar dimana nilainya lebih kecil dari kewajiban jangka pendek perusahaan,” terangnya.
Sehingga, ujarnya, akibat utang yang menggunung tersebut, kata SJP, Waskita terpaksa menjual sebagian kepemilikannya di beberapa ruas tol.
“Yang terbaru adalah penjualan saham di ruas tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 2,44 triliun yang dilakukan kepada PT Akses Pelabuhan Indonesia (API) selaku pemegang saham 45% dari jalan tol tersebut,” ungkapnya.
Sebetulnya, kata SJP, penjualan kepemilikan saham di beberapa ruas tol bisa saja dilakukan, akan tetapi FPKS menyoroti besarnya utang BUMN Karya tersebut. Karena strategi menggenjot pembangunan infrastruktur menggunakan utang tentu bukan tanpa resiko.
“Dengan besarnya kewajiban jangka pendek akibat penugasan pembangunan infrastruktur tersebut, maka jika kemudian tidak berhasil menjual kepemilikan sahamnya, BUMN tersebut berpotensi mengalami kebangkrutan dan pada akhirnya harus ditolong melalui mekanisme PMN. Sehingga akhirnya membebani kas negara yang seharusnya dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya,” pungkasnya.
Fraksi PKS, kata SJP, berpendapat bahwa seharusnya Pemerintah berhati-hati dalam melakukan percepatan pembangunan infrastruktur melalui penugasan BUMN yang pembiayaannya berbasis utang BUMN.
“Segala bentuk pembangunan berbasis utang harus memperhatikan tingkat pemanfaatan jangka pendek maupun jangka panjang dan skema pengembaliannya harus dibuat sesuai dengan skenario pemanfaatannya. Selain itu juga dibutuhkan perencanaan yang matang berdasarkan hasil survei yang kredibel,” ujarnya.
Sehingga, imbuh Suryadi, tidak terjadi kesalahan perhitungan yang menyebabkan terjadinya pembengkakan seperti yang telah terjadi pada proyek tol Cibitung-Cilincing dari semula diperkirakan sekitar Rp4,6T menjadi RP10,8T ataupun seperti proyek Kereta Cepat yang semua diperkirakan menelan biaya Rp 80T tetapi kemudian membengkak menjadi sekitar Rp 110T.
“Dengan perencanaan pembangunan dan pembiayaan yang matang diharapkan tidak akan menjadi beban bagi anggaran belanja negara,” tegas SJP mengakhiri.*[Ril/voa-islam.com]