JAKARTA (voa-islam.com)--Kebijakan minyak goreng yang belum juga tuntas, seperti berpindah dari satu masalah ke masalah lain. Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan bahan baku utama jutaan UMKM kuliner di Indonesia, harga dan ketersediaan minyak goreng harus dipastikan dan dijamin Pemerintah terjangkau dan mudah didapat oleh masyarakat.
Itulah kenapa konstitusi ini Pasal 33 ayat (2) dan (3) mengamanatkan negara menguasai berbagai cabang produksi yang memiliki kepentingan luas, bumi dan air serta kekayaan alam yang ada.
“Pasal 33 UUD 1945 sudah mengingatkan kita semua soal kedaulatan pangan termasuk minyak goreng. Karena jika cabang-cabang produksi penting terkait hajat hidup orang banyak hanya dikuasai oleh individu atau sekelompok orang saja, maka ketidakstabilan pasti akan terjadi seperti saat ini,” ujar Fahira Idris di sela-sela Sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika) di Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (18/3).
Fahira Idris mengungkapkan, para pendiri bangsa Indonesia sudah meletakkan dasar yang kuat untuk memastikan ekonomi bangsa ini berpihak kepada seluruh rakyat bukan kepada individu atau golongan tertentu. Sistem ekonomi yang berpihak kepada masyarakat akan mengalirkan kesejahteraan salah satunya kebutuhan pokok masyarakat terjamin baik ketersediaan maupun harganya. Rakyat yang mudah mendapatkan kebutuhan pokoknya menjadi pertanda ekonomi sebuah negara baik-baik saja.
Menurut Fahira, bahan pokok termasuk minyak goreng menyangkut kepentingan umum dan sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 harus dikuasai oleh negara. Semua bahan pokok yang menjadi kebutuhan dasar rakyat sejatinya berasal dari bumi dan air dan kekayaan alam di Indonesia yang merupakan milik rakyat. Negara diamanatkan menguasai dan mengelolanya untuk dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Kenapa harus dikuasai negara? agar negara bisa leluasa mengolah dan dan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas dan untuk memakmurkan rakyatnya. Bukan berarti private sector tidak boleh berbisnis, boleh, tetapi tetap negara yang menjadi pemangku kepentingan utamanya baik dalam penguasaan sumber daya, pengelolaan, hingga kebijakan sehingga harga dan ketersediaan terjamin,” pungkasnya.*[Ril/voa-islam.com]