View Full Version
Kamis, 25 Aug 2022

Pengamat Migas: BBM Subsidi Belum Tepat Sasaran

JAKARTA (voa-islam.com)--Pengamat Migas dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menuturkan subsidi BBM hingga sekarang ini masih belum tepat sasaran bagi golongan ekonomi kelas bawah.

Didalam BPS ukuran masyarakat miskin apabila berpenghasilan dibawah Rp400 ribu per bulan. "Kalau yang disubsidi adalah pemakai motor, kan menjadi pertanyaan. Mereka ini para pejalan kaki, semestinya, tak menggunakan motor," Komaidi pada diskusi Gelora Talk bertajuk 'Siap-siap Harga BBM Melambung Lagi: Hidup Kian Mencekik, Kemana Rakyat Mengadu?, Rabu (24/8/2022).

Menurutnya, subsisi BBM seharusnya menyasar kepada orang bukan barang. Bagi masyarakat miskin tetap membeli BBM dengan harga sama, namun disubsidi dengan menggunakan kode tertentu. 

"Tiga besar penggunanya yakni transportasi, industri dan niaga serta rumah tangga. Kalau ini mampu disasar kemungkinan angka subsidi tidak sebesar ini," pungkasnya. 

Sementara itu,  Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, setidaknya ada tiga alternatif mengenai BBM subsidi. 

Alternatif, pertama yakni menambahkan kuota BBM subsidi hingga mencukupi sampai akhir tahun apabila pemerintah berkecukupan. Kedua, melakukan pembatasan distribusi BBM subsidi karena belum efektif menyasar rakyat kurang mampu. 

Ketiga menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. "Untuk ini sebenarnya badan usaha sudah menginisiasi pembatasan dengan pengguna mypertamina. Hanya saja, payung hukum dari pembatasan itu belum ada," tuturnya.  

Menurut Satya, sudah Rp502 triliun dana APBN untuk subsidi energi termasuk dengan kompensasi. Sedangkan tahun depan, subsidi energi ini juga ditekan hingga sekitar Rp302 triliun hingga akihr tahun.

"Bagaimana berupa untuk anggaran Rp502 triliun ini bisa sampai hingga akhir tahun," kata mantan Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR ini.

Semakin mengecilnya anggaran subsidi ini seiring kembalinya penerapan defisit anggaran menuju maksimal 3%. Dengan begitu, belanja diatur lebih ketat dengan mengedepankan penggunaan kendaraan listrik dan biofuel. 

Kedepannya, lanjut Satya, penggunaan BBM fosil ini terus menurun. "Moda transportasi publik juga harus ditingkatkan, bila perlu gratiskan," katanya.*[Ril/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version