View Full Version
Kamis, 08 Sep 2022

Legislator PKS Ungkap Sederet Dampak Mengerikan Akibat Naiknya Harga BBM

JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Hamid Noor Yasin menanggapi kebijakan Pemerintah yang akhirnya secara resmi mengumumkan kenaikkan harga BBM bersubsidi pada Sabtu (04/09/2022).

Meskipun banyak ditentang dan diprotes oleh elemen rakyat, kata Hamid, Pemerintah berdalih tetap menaikkan harga BBM sebagai solusi untuk mengurangi beban subsidi yang tidak tepat sasaran.

“Fraksi PKS DPR RI menyoroti kebijakan pemerintah tersebut bahkan walk out dari rapat paripurna DPR RI. Kebijakan ini dinilai tidak mendengar dan tidak menghiraukan masukan keluhan dan aspirasi rakyat. Kebijakan ini, tentunya akan berdampak secara luas, terutama pada masyarakat yang tidak mampu dan yang masih hidup dalam garis kemiskinan,” demikian tegas Legislator asal Dapil Jateng IV ini.

Masyarakat kurang mampu, kata Hamid, akan menderita akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini, belum lagi dengan timbulnya multiplier effect pasca kenaikan, misalnya dampak kenaikan harga-harga lainnya khususnya harga pangan.

“Oleh karena itu FPKS DPR RI akan terus mengkonsolidasikan langkah politik demi memperjuangkan harga BBM atau pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM tersebut,” ujar Hamid.

Hamid juga menegaskan, akan muncul sederet implikasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi ini diantaranya, Pertama, Lonjakan Harga bahan bakar dipastikan akan mendorong inflasi lebih lanjut.

“Diperkirakan inflasi kemungkinan akan melintas di atas 7% (yoy). Selain itu ada potensi risiko bahwa inflasi inti akan berada di atas 4% pada akhir tahun ini. Faktanya sudah ada peningkatan harga beberapa waktu di tahun ini bahkan sebelum efek kenaikan harga bahan bakar. Perluasan efek kenaikan harga menjadi hal utama yang harus diperhatikan,” jelas Hamid.

Kedua, lanjut Hamid, memangkas Pertumbuhan Ekonomi. Kenaikan harga BBM, baik Solar, Pertalite dan Pertamax, berisiko dapat memangkas pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan harga ketiga jenis BBM ini tentunya dapat mengurangi daya beli masyarakat, terlebih konsumsi BBM jenis Pertalite merupakan yang terbesar dalam konsumsi bensin secara total di Indonesia. Hal ini akan berisiko mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang diharapkan menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022,” pungkasnya.

Ketiga, papar Hamid, Ancaman Stagflasi. Pemerintah dinilai tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi, terutama jenis Pertalite.

“Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi 10.000 per liter. Dampaknya Indonesia bisa terancam stagflasi. Stagflasi adalah kenaikan laju inflasi yang signifikan dan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” urai Hamid.

BBM, kata Hamid, bukan sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak. Selain itu adanya pontensi PHK di sektor industri, Naiknya harga BBM, masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak memiliki kendaraan sekalipun, akan mengurangi konsumsi barang lainnya.

“BBM ini masuk ke dalam kebutuhan mendasar. Ketika harganya naik maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik semuanya akan terdampak. Pelaku usaha yang baru dalam fase pemulihan pasca pandemi, tentu berpotensi mengambil jalan pintas dengan lakukan PHK. Biaya produksi naik dan biaya operasional naik di sisi lain permintaan turun, konsekuensinya harus memotong biaya produksi. Akibatnya, ekspansi sektor usaha bisa melambat bahkan macet,” tandasnya.

Keempat, imbuh Hamid, Naiknya Tarif Angkutan dan Logistik. Kenaikan harga Pertalite dapat mendorong inflasi hingga 6% (yoy) pada akhir tahun ini.

“Dengan kenaikan harga Solar dan Pertamax, kami melihat risiko kenaikan inflasi dengan total dampak langsung dan dampak tidak langsung. Menurut perhitungan sebagian besar dampak tidak langsung berasal dari penyesuaian tarif angkutan.

Hal ini diperkuat oleh berbagai informasi yang menunjukkan bahwa asosiasi transportasi dan logistik mendorong kenaikan tarif hingga 25%,” demikian tegas Hamid.

“Maka kami berharap agar pemerintah meninjau kembali kenaikan harga BBM bersubsidi yang betul-betul memberatkan beban hidup rakyat ini,” tutup Hamid.* [Ril/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version