JAKARTA--Praktik nikah siri merupakan pelanggaran administratif, yaitu melanggar Pasal 2 UU Nomor 1 tentang Perkawinan, bukan pelanggaran pidana. Untuk itu rencana kriminalisasi praktik nikah siri dalam Draft RUU Terapan Peradilan Bidang Perkawinan adalah hal yang tidak proporsional dan berlebihan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Sosial (eLSAS) Dr Asrorun Niam Sholeh dalam perbincangan di Jakarta, Rabu(17/2). "Masalah pencatatan pernikahan adalah masalah administrasi keperdataan, sehingga tidak tepat jika dipidana bagi pelanggarnya," ujar Niam.
Dia menegaskan setuju terhadap keharusan pencatatan pernikahan, untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah dampak atau motif negatif dalam pernikahan. Kata dia, tidak ada alasan untuk menolak pencatatan pernikahan, bahkan bisa jadi hukumnya wajib. Walau demikian Niam mengingatkan perlunya sikap proporsional pada kasus nikah siri.
"Sanksi terhadap pelanggaran administratif hendaknya adalah sanksi administratif bukan dengan pidana", sambung doktor bidang Hukum Islam ini menjelaskan. Pemidanaan terhadap nikah siri, menurut Niam, merupakan tindakan intervensi negara terhadap urusan agama, serta upaya kriminalisasi administrasi negara. Hal ini dinilainya bertentangan dengan prinsip kehidupan bernegara.