TEHERAN--Konferensi perlucutan senjata nuklir yang diadakan oleh Iran Ahad menolak serangan terhadap tempat-tempat atom sipil sebagai pelanggaran hukum internasional dan mendesak Israel untuk ikut Perjanjian Non-Proliferasi (NPT). Menlu Iran Manouchehr Mottaki, dalam pidato penutupan konferensi dua hari yang dihadiri oleh beberapa delegasi asing itu mengatakan forum tersebut juga minta peninjauan kembali atas NPT itu sendiri.
Konferensi itu telah membicarakan perlunya untuk "menggerakkan maju kawasan yang telah dilucuti dari senjata pemusnah massal, khususnya di Timur Tengah", dan bagi Israel untuk ikut NPT dan "menempatkan tempat nuklirnya di bawah pengawasan perjanjian nuklir itu", katanya.
Israel, yang tidak mengesampingkan serangan militer terhadap tempat nuklir Iran yang kontroversial, secara luas dipercaya merupakan satu-satunya kekuatan senjata nuklir di Timur Tengah tapi tak pernah diumumkan.
Mottaki menyatakan forum itu, yang diadakan hanya beberapa hari setelah pertemuan puncak keamanan nuklir di Washington, juga menekankan "bahwa serangan terhadap tempat nuklir damai" akan dihadapi sebagai "pelanggaran atas hukum internasional dan konvensi PBB"
Pada Sabtu, pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei mencap Washington sebagai "satu-satunya penjahat atom" di dunia, sementara Presiden Mahmoud Ahamdinejad minta agar negara itu "ditangguhkan" (keanggotaannya) dari badan pengawas nuklir PBB.
Washington, seperti Israel, tidak mengesampingkan serangan militer terhadap Iran untuk menghentikan program atomnya yang negara itu duga untuk menutupi upayanya untuk membuat senjata nuklir. Teheran membantah tuduhan itu.
Mottaki, dikutip oleh Press TV milik negara, menjelaskan forum itu juga menyerukan "pandangan baru pada NPT" karena sejumlah aspek penting seperti perlucutan senjata nuklir, energi nuklir untuk tujuan damai, dan non-proliferasi senjata telah diabaikan.
Para delegasi juga membahas "perlunya akan kerangka kerja komprehensif yang tidak diskriminatif dan secara sah mengikat untuk mencegah pengembangannya, menggunakan atau mengancam untuk menggunakan senjata itu".
Red: Krisman Purwoko
Sumber: ant/AFP