REPUBLIKA.CO.ID,Datuk Seri Ali Rustam, Ketua Menteri Malaka, Malaysia, merencanakan untuk mengizinkan gadis di bawah umur 16 tahun menikah. Tujuannya adalah untuk mencegah bertambahnya jumlah kasus pembuangan bayi. Kasus kehamilan ABG negeri jiran itu belakangan bertambah banyak.
Menurut Fathi Omar Aris Omar, ketua pengarang atau pemimpin redaksi (pemred) koran online Malaysiakini, sebenarnya rencana perdana menteri Malaka itu bukan hal baru. Di tiap negara bagian Malaysia ada UU Pernikahan yang membolehkan gadis yang berusia 16 tahun menikah. Tapi, tambah Fathi, mereka boleh menikah di bawah usia kalau hakim atau keluarga si gadis melalui hakim mengizinkan.
Pelbagai aktivis perempuan memprotes rencana ini. "Mereka melihat fenomena seolah-seolah membenarkan pernikahan di bawah usia," kata Fathi. Menurut para aktivis, ini merupakan kemunduran.
Namun Fathi berpendapat, ini bisa menjadi solusi sementara untuk mengurangi kasus-kasus pembuangan bayi. Fathi juga mengatakan, para pembela hak perempuan juga mengusulkan untuk menyelenggarakan pendidikan seks. Tapi menurut Fathi gagasan ini juga bukan hal baru. "Karena telah diperdebatkan sejak kira-kira lima belas atau dua puluh tahun lalu," tambahnya.
Sependapat dengan para aktivis perempuan, Zuraida, anggota parlemen dari Partai Keadilan, menganggap usul Ali Rustam itu suatu kemunduran. Zuraida sependapat bahwa menurut hukum Islam perempuan yang balig boleh menikah. Tapi dia menambahkan, umat Islam harus menyesuaikan diri dengan masa atau zaman.
Membolehkan para gadis muda itu menikah di bawah usia 16 tahun, berarti tidak menghormati hak mereka untuk mengikuti pendidikan. Bagi dia, ini adalah pengingkaran hak para remaja untuk mengikuti pendidikan yang sempurna.
Zuraida menjelaskan, parliman atau parlemen Malaysia sedang menyusun garis panduan untuk para remaja yang sudah berusia 16 tahun yang mau menikah. Tujuannya agar mereka tidak menjadi korban kemiskinan keluarga.
Ketua urusan wanita Partai Keadilan ini mengatakan, untuk menangani kasus pembuangan bayi, harus ada perbaikan sistem pendidikan dan kerajaan atau pemerintahan. Juga diupayakan supaya pergaulan remaja tidak terlalu bebas. "Maksudnya kita harus membimbing dari segi keimanan dan ketakwaan. Bukan melonggarkan Undang-Undang untuk memudahkan mereka berkawin," katanya bersemangat.
Perceraian
Zuraida mengkhawatirkan kawin dini juga bisa mengakibatkan bertambah banyaknya kasus perceraian. Karena mereka mungkin belum mampu untuk membangun rumah tangga dan mendidik anak. Ini akan menimbulkan masalah sosial yang akumulatif.
UU Perkawinan Malaysia, menurut Zuraida, tidak bertentangan dengan hukum atau syariat Islam. Memang Islam membolehkan orang menikah kalau sudah mencapai umur balig tanpa menyebut umur.
"Tapi tidak ditetapkan umur. Jadi kenapa kita ndak tetapkan umur enam belas tahun ke bawah?" ia bertanya-tanya. Zuraida menambahkan bahwa dalam Islam ada prinsip memilih mana yang lebih kurang mudaratnya.
Red: Krisman Purwoko
Sumber: radio netherlands