REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kubah Batu atau Qubbat As-Sakhrah atau Dome of the Rock adalah salah satu masterpiece arsitektur Islam. Bangunan ini merupakan salah satu monumen arsitektural Islam paling awal yang tetap bertahan dalam bentuk aslinya dan merupakan tempat suci ketiga bagi umat Islam, setelah Makkah dan Madinah.
Dibangun antara tahun 687 hingga tahun 691 oleh khalifah Dinasti Umayyah, Abdul Malik bin Marwan, yang berkuasa dalam periode 685-705. Terletak di tengah-tengah di dalam tembok kompleks Al-Haram asy-Syarif (tempat suci yang mulia) yang berada di dalam tembok kota lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Tempat itu dipercayai oleh kaum Muslim sebagai titik berangkatnya Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa mi'raj, perjalanan malam ke langit.
Nama Kubah Batu sendiri disesuaikan dengan kondisi tempat beradanya bangunan tersebut. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban dijelaskan bahwa bangunan Kubah Batu ini tepatnya didirikan di atas (gunung) batu atau karang (sakhrah). Pada batu karang ini terdapat jejak kaki nabi Muhammad SAW
Tempat itu juga disebut Gunung Moria, yang dipercaya kaum Yahudi, Kristen, dan sebagian Muslim sebagai tempat nabi Ibrahim AS mempersiapkan dirinya untuk mengurbankan anaknya Ishaq AS. Nama lain tempat yang sama adalah Gunung Kuil, yang diakui sebagai tempat kuil nabi Sulaiman AS. Di sana pernah berdiri kuil Yahudi hingga keruntuhannya pada tahun 70.
Dalam kompleks Al-Haram asy-Syarif , selain Kubah Batu, terdapat dua bangunan lain, yaitu Kubah Silsilah (Qubbah as-Silsilah) dan Masjidilaksa (al-Masjid al-Aqsa). Kubah Silsilah adalah bangunan yang lebih kecil di timur Kubah Batu.
Pada dasarnya Kubah Batu bukanlah bangunan yang merepresentasikan budaya Islam, meskipun kenyataannya bangunan ini didirikan oleh orang-orang Muslim atau sekurang-kurangnya atas perintah orang-orang Muslim, dan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan penaklukan Islam atas musuh-musuhnya. Kubah Batu sebenarnya adalah monumen untuk kemenangan itu.
Yang membuat Kubah Batu itu merupakan bangunan Islam bukan bentuknya, tetapi tujuannya. Tujuan tersebut diungkapkan bukan dalam bahasa artistik yang dimilikinya melainkan dengan cara non-arsitektural, yakni tulisan-tulisan Arab yang terdapat pada bagian dinding bangunan tersebut.
Kubah Batu berbeda dengan masjid dalam bentuk maupun dalam tujuan. Bangunan monumental bagi umat Islam ini memiliki desain dan corak arsitektur yang tidak terlalu khas bangunan tempat ibadah umat Islam. Secara keseluruhan, bangunan ini justru didasarkan pada model-model pra-Islam. Karenanya, rancangan Kubah Batu meniru tipe memusat (terfokus pada sebuah pusat) yang biasa digunakan untuk tempat-tempat pembaptisan dan bangunan gereja.
Perancangan Kubah Batu sangat mendasarkan pada perhitungan geometris, terutama dalam menentukan bentuk dan titik-titik pada denah bangunan. Bentuk denahnya yang segi delapan (oktagonal) berbeda dengan prinsip bangunan masjid. Bentuk denah seperti inilah yang menyebabkan arah kiblat menjadi kabur.
Bentuk oktagonal ini dengan nyata dimaksudkan sebagai simbol kekuasaan. Dalam hal ini, sebuah bundaran dilingkungi oleh sebuah oktagon dalam oktagon lain. Ini merupakan pola geometris sederhana yang dapat dibuat dari penempatan sebuah bujur sangkar pada bujur sangkar lain dengan memutarnya 45 derajat. Kolom berbentuk sama sebanyak enam belas bersama pilaster di setiap sudutnya tampak menyangga atap keliling. Pola seperti ini biasa ditemukan pada karya arsitektur Bizantium.
Gaya Bizantium juga bisa kita saksikan pada desain bagian dalam (interior) bangunan Kubah Batu ini. Di dalam dekorasi bangunan monumental itu banyak terdapat mozaik-mozaik yang menunjukkan perpaduan motif-motif Sasanid dan Bizantium yang merupakan karakteristik seni Islam awal. Interior itu dihiasi secara mewah dengan beraneka ragam warna dan bahan material pada ornamennya. Bahan material yang digunakan pada ornamen Kubah Batu banyak menggunakan marmer, mozaik, keramik, dan lapisan emas.
Kubah Batu telah mengalami beberapa kali perbaikan dalam sejarahnya yang panjang. Salah satu perbaikan yang paling penting dilakukan pada abad ke-16 M pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Yang Agung (1520-1566). Perbaikan itu dilakukan dengan menutupi bagian luar (eksterior) bangunan dengan ubin keramik yang dilapisi kaca yang menutupi mozaik sebelumnya. Ubin keramik itu adalah pelopor ubin Iznik yang menjadi ciri khas penting arsitektur Usmani.
Ubin yang menutupi bangunan itu sekarang ditambahkan pada 1968. Pada waktu yang bersamaan, Kubah Batu dilapisi dengan emas untuk pertama kali. Lapisan emas yang ada sekarang dibuat pada tahun 1993.
Red: Budi Raharjo
Rep: Nidi Zuraya