REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI--Perseteruan antara India dan Pakistan masih jauh dari akhir. Menteri Dalam Negeri India P. Chidambaram menyatakan, Jumat, Pakistan tampaknya mendalangi gelombang kerusuhan di Kashmir India dalam dua bulan terakhir, yang menewaskan hampir 50 orang. India dan Pakistan terlibat dalam dua perang menyangkut Kashmir. New Delhi menuduh Islamabad mendukung separatisme muslim di Kashmir India.
Chidambaram mengatakan kepada parlemen bahwa Pakistan berada di balik protes-protes sipil yang kini mengguncang Kashmir India. "Benar bahwa Pakistan tampaknya mengubah strateginya dalam mempengaruhi kejadian-kejadian di Jammu dan Kashmir," kata Chidambaram.
"Mungkin mereka (Pakistan) mempercayai bahwa kerusuhan sipil akan memberi mereka keuntungan lebih baik," katanya. Chidambaram mengatakan, keamanan India yang lebih baik di perbatasan de-fakto yang memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan mungkin telah memotivasi perubahan taktis itu.
"Saya rasa penyusupan tidak dibiarkan. Demikian juga pengiriman militan ke lembah (Kashmir)," ujarnya "Namun kapasitas kita untuk menangani penyusupan dan militansi tentu jauh lebih tinggi daripada beberapa tahun lalu," tambahnya.
Kashmir India setiap hari dilanda demonstrasi keras menentang kekuasan India sejak kematian seorang remaja pada Juni akibat tembakan gas air mata polisi. Dalam sepekan ini saja, sekitar 30 orang tewas akibat bentrokan-bentrokan selama protes.
Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni. Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.
Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Puluhan pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.
Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut. Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu. Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam. New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Serangan berdarah pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan. New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.
India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu. Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.
India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.
Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Ant