REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA--Setiap Jumat, Pedro Lazo Torres, membersihkan perabotan keluar dari uang tamu apartemennya yang terletak di pinggiran Havana. Ia menempati lantai dua, menghadap balkon. Beruntung, para tetangganya sungguh toleran dan "merelakan" balkon itu dimanfaatkannya untuk melakukan shalat Jumat.
Bagi Muslim Havana, Torres adalah Imam Yahya, dan rumah yang ditinggalinya bersama istri dan dua anaknya yang sudah dewasa, adalah tempat ibadah mereka.
"Anda bisa terlahir sebagai seorang Cina, Kuba atau Rusia, namun begitu Anda menganut Islam, maka hukum adalah sama bagi semua orang," kata Yahya kepada CNN. "Kultur bisa berbeda, tetapi seseorang yang memeluk Islam harus menerima apa yang Allah perintahkan, dan ini sungguh sederhana jika kita ikhlas melakukannya."
Ada sekitar 1.500 Muslim di Kuba, namun tidak ada satupun masjid di sana. Itulah sebabnya, pada setiap jumat, Yahya, berpakaian rapi dengan topi putih dan gamis, menyambut orang untuk shalat Jumat. Wanita di dalam rumah induk, duduk di lantai ruang tamu, sementara laki-laki di balkon.
Sebagian besar Muslim di Kuba adalah mahasiswa internasional dari negara-negara seperti Pakistan dan Indonesia. Tiga mahasiswa kedokteran dari Guyana termasuk di antara mereka yang berkumpul di rumah Yahya untuk shalat Jumat.
Kuba secara tradisi mayoritas beragama Katolik, tetapi banyak yang tidak aktifmelakukan praktik keagamaan. Sisanya, mematuhi keyakinan Afro-Karibia seperti Santeria.
Yahya diperkenalkan kepada Islam oleh siswa pertukaran. Sejak itu, ia yang dibesarkan dengan tradisi agama leluhur, giat belajar tentang Islam. Ujung-ujungnya, satu dasawarsa lalu, ia memutuskan menjadi Muslim. Anak dan istrinya mengikuti jejaknya.
"Warga Kuba umumnya sangat toleran terhadap agama," Yahya mengatakan kepada CNN. Tapi Muslim kadang-kadang menemukan beberapa prasangka yang sama yang ditemukan di negara-negara lain.
"Kadang-kadang bahkan teman-teman mengatakan hal-hal bercanda, seperti'teroris'," kata Yahya.
Muslim di Kuba juga menghadapi beberapa tantangan. Misalnya, sulitnya menemukan pangan halal. Daging yang umum dijual di pasar adalah daging babi. "Tapi kita istikamah. Kita menghindari yang haram dan mencari yang halal," tambahnya.
Menurutnya, sebagai Muslim dengan berbagai keterbatasan, mereka harus fleksibel. Sebelum shalat Jumat, misalnya mereka berwudhu di kamar mandi kecil milik Yahya. Tapi pasokan air sering dimatikan di Havana. Jadi, sejak dua hari sebelumnya ia menyimpan berember-ember air, dan kalaupun habis, mereka yang tak kebagian air akan bertayamum.
Gladys Noalia Carmen Perez, yang mengenakan jilbab, mengatakan kepada CNN dia dan orang dewasa lainnya telah mengalami beberapa hambatan untuk iman mereka.
"Aku punya reaksi yang baik, orang-orang yang menyapa dengan hormat, namun ada juga orang-orang yang tidak suka," katanya. "Mereka akan berkata, 'Pasti begitu panas', atau komentar lain yang lebih pedas."
Jilbab tak pernah menjadi masalah di sekolah, walau ajaran Islam adalah relatif baru di negeri ini. Namun, beberapa tak dapat shalat di tempat kerja, baik karena jadwal mereka yang padat atau norma-norma sosial tidak akan mengizinkannya.
Banyak juga merasa sulit untuk mengadopsi kebiasaan tertentu Islam yang sulit diterapkan dalam masyarakat Kuba yang hangat. "Adalah kebiasaan di sini, bahwa pria dan wanita biasanya menyapa satu sama lain dengan ciuman," tambah Perez.
Kinsan Ibrahim, ahli terapi fisik, mengatakan sebagian besar rekan-rekan kerjanya adalah perempuan. "Sekarang aku sudah masuk Islam, tapi aku tidak bisa begitu saja berubah menjadi asing," katanya kepada CNN. "Sebagian besar dari mereka menyambut saya dengan ciuman dan ini tradisi yang tidak akan menghilang."
Banyak negara-negara Islam telah menawarkan untuk menyumbangkan uang bagi pembangunan masjid, tapi Yahya ingin isyarat itu datang dari Kuba. Negara, katanya, pernah membangun dan meresmikan Gereja Ortodoks Rusia pertama di negeri ini pada tahun 2008.
"Saya pikir kita bisa melihat sesuatu yang serupa bagi umat Islam dalam waktu dekat," katanya.
Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: CNN