REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, Indonesia merupakan surga untuk kebebasan beribadah bagi umat beragama. Menurut Sekjen MUI HM Ichwan Sam, MUI sangat menyayangkan adanya pihak-pihak yang memprovokasi insiden di Ciketing, Bekasi, sehingga mencederai kehidupan kerukunan umat beragama.
"Kita mengedepankan kerukunan umat beragama, karena itu isu ketidakbebasan beribadah adalah sesuatu yang naif," kata Ichwan di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (23/9).
Penegasan MUI ini menyikapi insiden sekelompok masyarakat dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) beberapa waktu lalu. Ichwan mengatakan, secara konstitusional Indonesia sebagai bangsa yang telah memiliki peraturan perundangan-undangan, menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan, baik agama, suku maupun etnis.
Menjawab siapa aktor intelektual di belakang konflik tersebut, Ichwan menyatakan pihaknya sudah menengarai dan meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus itu. "Siapa orangnya yang jelas dia ingin memecah belah bangsa," ujarnya.
Ketua MUI Bidang Ukhuwah Islamiyah Prof Dr Umar Shihab menambahkan, provokator dari insiden itu menginginkan peristiwa tingkat lokal bisa menjadi masalah internasional. "Ada yang ingin mencari perhatian internasional, melalui masalah agama. Ini berbahaya bagi hubungan antar umat beragama," katanya.
Dalam pernyataan resminya, MUI menegaskan bahwa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri merupakan kesepakatan nasional yang disepakati Majelis Agama yang ada di Indonesia. Untuk itu MUI minta agar semua pemeluk agama agar menghormati kesepakatan nasional tersebut.
"MUI menyerukan agar segenap umat beragam mentaati peraturan perundangan-undangan, termasuk PBM sebagai aturan bersama untuk membina kerukunan antar umat beragama," kata Amrullah Ahmad, Ketua MUI Bidang Dakwah yang membacakan pernyataan itu.
MUI juga menyatakan mendukung wacana Peraturan Bersama Menteri menjadi Undang-Undang guna mencegah anarkisme dan pemaksaan kehendak secara tidak proporsional dan mengundang campur tangan asing. MUI menilai revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan 9 tahun 2006 tidak perlu dilakukan. Mereka menilai aturan ini paling moderat. "Kami menganggap tidak perlu direvisi. Peraturan sudah sangat moderat," kata Amrullah.
Red: Endro Yuwanto
Sumber: kominfo-newsroom