View Full Version
Senin, 15 Nov 2010

Kubu Oposisi Turki Terus Persoalkan Ibu Negara yang Berjilbab

Hayrunissa Gul bersama Carla Bruni (istri PM Prancis) dan Michelle Obama (ibu negara AS)

ANKARA--Jilbab terus menjadi polemik di Turki. Pimpinan oposisi Turki, Kemal Kiliçdaroglu kembali mempertanyakan sikap presiden Abdullah Gul, tentang jilbab. Busana Muslim sesuai undang-undang Turki dilarang digunakan di lembaga resmi, sementara di sisi lain, ibu negara Hayrunnisa Gul konsisten untuk tetap berjilbab.

"Mr President, jangan merasa terganggu. Jika Anda tetap bertahan dalam diskusi jilbab, paka perdebatan berakhir. Jadi, bisakah anak SD mengenakan jilbab atau tidak?" sindir pimpinan Partai Republik Rakyat (CHP) dalam Twitter pribadinya.

Kiliçdaroglu mengatakan Presiden Abdullah Gül harus mengatakan secara definitif apakah perempuan diperbolehkan untuk memakai simbol agama ke sekolah dasar. "[Dia harus mengatakan] jilbab tidak mungkin di sekolah dasar jika ia ingin merasa santai," kata pemimpin oposisi itu.

"Anda harus mengatakan bahwa anak-anak, yang bahkan belum mencapai akil balig, tidak dapat menutupi kepala mereka walau mereka menghendaki. Dengan cara ini Anda dan masyarakat akan merasa santai," katanya dalam tweet yang lain.

Kiliçdaroglu merujuk pada pernyataan Gül bahwa ia sudah muak dengan pembahasan tentang jilbab yang tak kunjung berujung. "Terus terang, saya muak dengan membahas masalah jilbab, terutama ketika ada isu lain yang akan dibahas," kata Gül pada wartawan di Ankara, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan orang harus tetap bebas untuk berbicara dan menulis pikiran mereka mengenai masalah ini sesuai dengan yang mereka inginkan.

Ia mengeluarkan pernyataan ini ketika ditanya soal Ibu Negara Hayrünissa Gül yang berjilbab dikaitkan dengan izin mengenakan jilbab bagi murid sekolah. Gül kemudian mengatakan ia mendukung istrinya tetap berjilbab, sementara Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengatakan ia tidak akan mengomentari laporan individu mengenai definisi kebebasan.

Sekularisme di Turki dicanangkan oleh Jenderal Mustafa Kemal Atartuk sejak tahun 1923 dengan melakukan perubahan secara luas di Turki antara lain dengan memasyarakatkan pakaian ala Barat, mengadobsi alfabet dan kode hukum Barat, serta menghapus lembaga-lembaga Islam. Seperti diajarkan oleh Ataturk, agar bisa menjadi Barat, Turki harus meninggalkan identias lama (Islam) berganti baju dengan identitas baru (sekuler). Hal ini tidak hanya ditafsirkan dalam pengertian substansi  melainkan juga pada hal-hal simbolisis, termasuk penolakan atas jilbab. [Republika OnLine]


latestnews

View Full Version