REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden Barack Obama awal Senin (31/1) mendesak 'transisi yang tertib dan mulus' untuk demokrasi Mesir. Desakan itu mengisyaratkan bahwa Presiden Husni Mubarak mesti keluar dari pemerintahannya.
Obama, berkonsultasi dengan pemimpin dari Arab Saudi, Turki, Israel dan Inggris, menyerukan pemerintah Mesir untuk segera tanggap atas tuntutan rakyatnya.
Pernyaataan gamblang dari pemerintahan Obama menandai bahwa Washington--sebagai sekutu utama Mesir--kian mengambil jarak dengan Mubarak. Hubungan kedua pemerintahaan kian melemah dalam enam hari protes massal yang bertujuan mengakhiri pemerintahan otoriter Mubarak.
Namun, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, tetap berupaya membuat Washington terlihat seimbang. AS mencoba tidak meninggalkan Mubarak meski mendukung pengunjuk rasa yang mencari dukungan politik lebih luas untuk menggulingkan Mubarak
Pada Ahad, Clinton, menekankan Mubarak harus menjamin pemilu mendatang bebas, jujur dan transparan demi memenuhi janji reformasinya. Proses pemilu, tegas Clinton, juga harus segera dilakukan untuk mencegah kekosongan kekuasaan yang bisa dimanfaatkan oleh ekstrimis.
Clinton mengelak berulang kali saat didesak apakah Mubarak harus mundur seiring tekanan politik kian kuat. Alih-alih ia menyarankan pemerintahan AS perlu sabar dengan gejolak politik di Mesir dan menyarankan Mubarak untuk melonggarkan cengkraman kekuasaannya.
"Kita menginginkan perubahan yang tertib dan mulus sehingga tidak ada ruang kosong, agar ada perencenaan baik terhadap pemerintah demokratis," ujar Clinton.
Pejabat AS secara pribadi telah menyuarakan kecemasan bila Muslim radikan akan mengambil alih kekuasaan. "Kita juga tidak ingin melihat mereka yang mengambil alih kekuasaan tidak mengarah pada demokrasi," tegas Clinton.
Toh, Washington mengisyaratkan bahwa pemerintaah tidak siap menggunakan 'pengaruh' paling nyata kepada Kairo, yakni kucuran dana bantuan 1,5 milyar dolar jumlah sangat besar yang sebagian besar untuk keperluan militer.
"Tidak ada pembicaraan tentang dana bantuan tersebut," ujarnya pekan ini. Namun buru-buru ia menambahkan Washington akan selalu melihat dan mengkaji ulang penggunaan dana tersebut.
Krisis di Mesir menjadi dilema bagi AS. Mubarak, 82 tahun, selama ini menjadi sekutu dekat Washington selama berdekati dan selalu mengusung bahwa militansi Islam--sebagai bagian--dari pembenarannnya untuk berkuasa dalam jangka waktu lama.