REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH, - Otoritas Palestina (PA) cemas, protes revolusi berskala nasional di Mesir dapat menciprati Palestina dan mengubah situasi politik di dalamnya. Pasalnya gerakan anti PA kini mulai menampakkan wajahnya.
Pimpinan PA, Mahmoud Abbas, telah melakukan serangkaian pertemuan dengan para pemimpon Fatah dan badan keamanan PA serta Perdana Menteri Salam Fayyad untuk mendiskusikan efek Mesir terhadap Palestina. Kabar itu dilaporkan oleh surat kabar Al-Hayat berbasis di London yang mengutip sejumlah petinggi PA.
PA takut bila peningkatkan kekerasan di Palestina dapat mengubah ekonomi negara, situasi keamanan internal hingga keseimbangan politik, demikian ungkap para pejabat. Bila insiden kekerasan pecah, ia akan membuka pintu bagi Hamas--seteru Fatah--untuk kembali ke Tepi Barat, demikian ujar para pejabat.
Karena itu, mereka berkata Abbas telah menekankan instruksi untuk menekan bentrok kekerasan di wilayah yang diduduki karena hanya akan menciptakan atmosfer mendukung bagi Hamas untuk tampil kembali ke Tepi Barat.
Sementara itu, sejumlah grup Facebook yang menuntut penggantian PA telah mulai menarik perhatian sejumlah warga Palestina.
Semua gerakan tersebut mengeluhkan sikap koordinatif keamanan PA dengan pasukan penjajah Israel, menahan para pasukan penentang penjajahan dan mengompromikan tanah serta hak-hak Palestina.
Salah satu grup tersebut, "the Palestinian Revolution to Remove the Abbas Authority" (Revolusi Palestina untuk menyingkirikan Otoritas Abbas) mengatakan dapat pernyataan pertama kali pada 31 Januari lalu, "Kami menyerukan perubahan damai di Palestina sebagai respon terhadap kehendak jutaan rakyat demi membentuk kepemimpinan nasional Palestina yang melayani kehendak rakyat."
Kampanye itu memang tidak mempromosikan kekerasan. Namun di dalamnya juga terdapat peringatan terhadap Otoritas Abbas bila mengabaikan tuntutan populer.