REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Di masa lalu, misionaris Protestan pernah sukses memurtadkan banyak warga di daerah tradisional Muslim di Federasi Rusia, dulu Uni Soviet. Seiring waktu, banyak anak keturunan mereka yang kemudian beralih menjadi Muslim, agama lama orang tuanya.
Hal ini, membuat gerah Gereja Ortodoks di negara itu. Mereka mengajak kelompok lain, antara lain Gereja Protestan, untuk membendung syiar Islam. Namun, gereja Protestan menyatakan penolakannya.
Hal ini terungkap dalam sebuah wawancara yang diterbitkan dalam edisi terbaru NG-Religii, majalah intern mereka. Dalam artikel itu disebutkan, Uskup Sergey Ryakhovsky, presiden Russian United Union of Evangelical Christians, menentang pendekatan semacam itu yang ia sebut sama seperti ia menentang "Perang Salib di salah satu manifestasi mereka."
Ryakhovsky mengatakan bahwa adalah prinsip mendasar dari gereja Protestan bahwa seorang individu bebas memilih agama apa yang akan dianutnya. "Perbedaan etnis atau agama harus dihormati, kami tidak ingin gereja kami menjadi terlibat dalam benturan dengan pengikut agama lain," katanya.
Pembunuhan baru-baru atas Uskup Artur Suleymanov di Kaukasus Utara, kata Ryakhovsky bukan perang Islam dengan Kristen, meski banyak yang menganggap demikian. "Di Kaukasus Rusia," katanya, "Jumlah imam yang dibunuh jauh lebih besar dari pendeta Kristen."
Ia menganjurkan umat Protestan di Rusia untuk hidup damai dengan tetangganya yang mengaku Islam atau mereka yang baru masuk Islam. "Kita diajarkan untuk menghormati semua orang, apapun budaya dan tradisi mereka."