View Full Version
Jum'at, 29 Apr 2011

Enam Jawaban Meryem Connie Tentang Pilihannya Berislam dan Berjilbab

REPUBLIKA.CO.ID,  STOCKHOLM - Wanita Swedia, Meryem Connie, menjadi penganut Islam sejak beberapa tahun ini. Ia semula seorang ateis. Perkenalannya dengan pemuda Turki, yang kemudian menjadi suaminya, mengenalkannya juga pada Islam.

Meski sang suami tak pernah memaksanya pindah agama, namun kesadaran muncul belakangan, bahwa Islamlah agama yang dicarinya. Berikut ini jawaban Meryem soal keislamannya, seperti dimuat di media lokal, Afton Bladet:

 

Kapan Anda mulai mengenal  Islam?


Suami saya yang mengenalkannya. Dia berasal dari Turki dan Muslim. Saya kemudian mencari tahu sendiri tentang agama ini.

Mengapa kemudian tertarik menganut Islam?

Islam adalah agama yang paling logis dan realistis. Logis, karena konsep ketuhanan agama ini bisa dicerna akal. Kitab sucinya sarat dengan sains dan pengetahuan.

Islam juga sangat menghargai perempuan. Bahkan dalam pernikahanpun, perempuan masih boleh memilih. Ketika kita merasa tak mungkin lagi sejalan dengan pasangan kita, kita bisa menuntut hak kita: bercerai. Sangat realistis. Hal ini jelas dalam Alquran bahwa pemaksaan tidak akan muncul dengan cara apapun.

Memakai jilbab, apakah Anda tak merasa kepanasan?


Semua orang berpikir bahwa hal tersebut sangat panasdengan memakai scarf sepanjang hari saat berada di luar rumah. Yang saya rasakan, justru sebaliknya. Matahari tidak membakar kulit pada saat terik. Ketika hawa dingin, tak terlalu merasa kedinginan.

Di Swedia, jilbab bukan hal biasa. Anda tak kesulitan dengan ini, terutama di tempat kerja?

Saya tengah cuti hamil sekarang (wawancara dilakukan beberapa bulan lalu, red). Saya pikir tak ada masalah, setelah saya masuk nanti.

Mengapa Anda menggunakan nama Muslim?

Ketika Anda memulai sesuatu dengan cara apapun, pasti akan dilakukan dengan sungguh-sungguh bukan? Apalagi memulai hidup baru dengan keyakinan baru.

Apakah Anda akan membawa anak-anak Anda menjadi Muslim?

Saya akan mengajar dia dalam Islam. Tapi tidak dengan paksaan. Saya ingin putri saya mengenakan jilbab saat dia besar nanti, misalnya, tapi saya tidak bisa memaksa dia untuk melakukan itu. Saya hanya ingin anak saya tampil percaya diri, gembira, dan mampu menimbang hal-hal baik dan buruk.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: wwwc.aftonbladet.se

latestnews

View Full Version