View Full Version
Kamis, 15 Sep 2016

Pakaian Berteknologi Tinggi Menjadikan Hawa Panas Serasa Ber-AC

Sejumlah ilmuwan sedang meneliti kemungkinan menciptakan pakaian dari bahan yang tahan panas. Bukan hanya tahan panas, tapi juga serasa ada AC di dalam sehingga pemakai bahan tersebut merasa sejuk.

Ide dasar pakaian ini adalah bahan yang bisa melepaskan kalor atau panas dari dalam tubuh dan menolak panas atau cahaya dari luar tubuh. Selama ini bahan pakaian yang ada, katun sekalipun yang terkenal sebagai bahan yang cukup adem, hanya bisa menolak panas tapi belum sampai taraf bisa melepaskan panas. Sehingga panas yang keluar dari dalam tubuh malah terperangkap dalam bahan kain tersebut. Inilah yang menyebabkan bahan kain se-adem apapun tetap terasa panas ketika suhu udara sedang tinggi.

Ilmuwan dari Universitas Stanford saat ini sedang meneliti bahan berteknologi tinggi sebagai alternatif bahan pakaian yang ada. Yi Cui dan rekan melaporkan penelitiannya pada web science.sciencemag.org yang dikutip oleh sciencenews.org. Lebih lanjut Cui menyatakan bahwa pakaian ini nanti sangat membantu orang-orang di musim panas agar tidak merasa kepanasan. Langkah ini juga bisa menjadi gerakan hemat energi karena pemakaian AC bisa dikurangi.

“Ini ide yang cemerlang,” ujar Svetlana Boriskina, ahli fisika dari MIT.

“Setiap orang yang memakai pakaian adalah konsumen potensial bagi produk ini,” lanjutnya.

Alat pendingin yang ada sekarang ini termasuk kipas angin dan bahan kain, cenderung mengutamakan penguapan panas untuk mendinginkan tubuh. Sayangnya, kulit juga menyerap panas dengan caranya sendiri – sebagaimana radiasi infra merah. Karena infra merah ini bagus untuk tubuh maka bahan kain ini diusahakan harus bisa ditembus oleh sinar tersebut. Efeknya, barulah orang akan merasa sejuk memakai pakaian ini.

...Ide dasar pakaian ini adalah bahan yang bisa melepaskan kalor atau panas dari dalam tubuh dan menolak panas atau cahaya dari luar tubuh...

Masalahnya, agar bahan bisa ditembus oleh infra merah maka kain tersebut harus cukup transparan atau tembus pandang. Namun pada saat yang sama, diusahakan agar bahan tersebut tidak terlalu tembus pandang ketika terkena cahaya secara umum. Bila tidak, maka fungsi pakaian dalam hal ini yaitu untuk menutup aurat jadi tidak tercapai.

Cui menemukan bahan yang memenuhi persyaratan tersebut yaitu plastik yang secara komersial digunakan dalam baterai lithium-ion. Bahan, yang disebut nanoporous polyethylene, atau nanoPE, adalah cling wrap (semacam plastik pembungkus makanan) yang memungkinkan radiasi infra merah bisa menembusnya. Uniknya, tidak seperti cling wrap yang tipis dan tembus pandang, bahan ini tidak bening tapi bisa memblokade atau menolak cahaya panas.

Pori-pori kecil yang tersebar di seluruh permukaan bahan berfungsi sebagai penghalang bagi cahaya panas untuk masuk dan terserap, demikian ungkap Boriskina. Saat cahaya biru menyentuh bahan tersebut, pori-pori ini menolak dan membuangnya. Begitu juga dengan cahaya lainnya. Cahaya-cahaya tersebut terpelanting ke segala penjuru dan pecah kemana-mana. Warna yang dihasilkan dari semua penolakan  terhadap cahaya ini adalah putih menurut mata manusia.

Para peneliti berencana membuat NanoPE lebih bisa dipakai daripada plastik untuk bungkus makanan. Mereka melapisinya dengan bahan kimia berbasis air, memberi lubang di dalamnya untuk keluar masuk udara, kemudian dilapisi lagi dengan bahan katun. Saat ini tim sedang bekerja agar bahan ini nanti tak beda dengan kain secara umum saat dipakai menjadi baju olah orang-orang.

“Dalam lima tahun ke depan, saya berharap sudah ada orang yang memakainya. Dan sepuluh tahun ke depan, mayoritas orang sudah mengenakan bahan ini sebagai pakaian mereka,” harap Cui optimis. (riafariana/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version