JAKARTA (voa-islam.com)--Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Mustaqim Dahlan mengatakan reklamasi sejatinya berfungsi memperbaiki lingkungan alam yang rusak. Berbeda dengan yang dilakukan Pemerintah DKI saat ini.
"Sebenarnya, reklamasi untuk bekas penambangan, lokasi bekas tambang, kan rusak. Kemudian direclaim atau dipulihkan kembali alamnya," kata Mustaqim kepada Voa-Islam seusai konferensi pers Mubes Warga Jakarta, di di Pondok Penus, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Kamis (15/9/2016/2016).
Sementara, kata Mustaqim, istilah reklamasi yang digunakan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta tidak tepat. Karena, seharusnya reklamasi berfungsi memperbaiki alam yang rusak.
"Sedangkan di Teluk Jakarta bukan alamnya rusak. Tapi, alamnya dirusak oleh reklamasi itu," ungkap Ketua Forum Mitra RT-RW itu.
Sebagaimana dapat dilihat, reklamasi telah mengubah bentang alam di Teluk Jakarta, menguruk laut, menghilangkan hak-hak nelayan, merusak terumbu karang, memusnahkan biota laut, menutup 13 saluran air sungai. Kondisi itu berbeda dengan yang diklaim oleh pemerintah
"Jika ini dikatakan untuk mengatasi banjir. Justru malah menimbulkan banjir," tegas dia.
Oleh karena itu, menurut Mustaqim, reklamasi Teluk Jakarta harus dihentikan. Sebab, reklamasi bukan untuk kepentingan masyarakat nelayan. Sementara, dampak yang ditimbulkan reklamasi Teluk Jakarta tidak hanya merusak ekologi. Tapi, juga berdampak sosial bagi kehidupan nelayan.
"Di saat pemerintah tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyatnya, tidak bisa menekan harga BBM. Laut tempat mencari ikan dirusak. Nelayan kehilangan laut mereka. Sementara, nelayan itu butuh laut untuk hidup. Jadi reklamasi harus ditolak, tidak ada jalan lain," pungkas Mustaqim.
Sekedar diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan bertekad melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta setelah ditolak banyak pihak.
Ia mengklaim putusannya itu didasari kajian ilmiah. Ia memastikan bahwa kelanjutan proyek tersebut untuk kepentingan nasional dan masyarakat DKI Jakarta.* [Bilal/Syaf/voa-islam.com]