Oleh:
Agam Gumawang, STP
Auditor Halal LPPOM MUI DKI Jakarta dan Kordinator Auditor tahun 2016
Lulusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM
AKIBAT pandemi Covid-19 melanda Indonesia, beberapa bisnis kuliner pun terpaksa harus menutup restorannya dan mengalami penurunan profit. Seiring berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota, masyarakat dihimbau untuk tetap di rumah dan memesan makanan secara take away.
Kondisi tersebut memunculkan peluang bisnis kuliner baru, yakni bisnis makanan beku (frozen food). Dikarenakan kemudahan dan kepraktisan penyajiannya, frozen food kini menjadi primadona tren makanan disaat masyarakat harus meminimalkan aktivitas di luar rumah dan menjadi solusi bagi mereka yang sibuk dengan urusan working from home (WFH).
Frozen food adalah pangan yang sudah diolah setengah matang yang kemudian dibekukan dan bersifat ready-to-cook. Proses pembekuan pangan ini dapat memperpanjang umur simpan (shelf life) produk disebabkan adanya proses penghambatan pertumbuhan mikroorganisme, aktivitas enzim, dan reaksi kimia-biokimia bahan pangan. Beberapa contoh frozen food yang sudah populer, antara lain : chicken nugget, bakso, sosis, kaki naga, pempek, siomay, dan lain – lain. Di balik kemudahan penyajian frozen food, konsumen perlu mengetahui aspek kehalalan dan keamanan frozen food yang akan dikonsumsi.
Terkait bahan baku frozen food yang menggunakan daging sapi/ayam, titik kritis kehalalannya adalah proses penyembelihan hewan tersebut. Proses penyembelihan harus dilakukan secara syar’i. Tempat pemotongan hewan yang memiliki sertifikat halal yang sah dari MUI dapat dijamin telah menerapkan proses penyembelihan secara syar’i. Untuk sumber daging yang berasal dari impor, sertifikat halalnya harus berasal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI.
Produk frozen food kekinian cenderung menggunakan Monosodium Glutamat/Mononatrium Glutamat (MSG) sebagai penguat rasa. Proses pengolahan MSG di pabrik menentukan status kehalalan produk MSG yang dihasilkan. Media pertumbuhan bakteri penghasil asam glutamat harus menggunakan bahan yang halal dan tidak mengandung babi serta turunannya. Selain itu, fasilitas produksi untuk mengolah frozen food tidak pernah digunakan untuk mengolah produk babi dan turunannya supaya menghindari kontaminasi silang dengan bahan yang halal. Informasi mengenai produk frozen food yang telah tersertifikasi halal, konsumen dapat mengaksesnya di halalmui.org, lalu memilih kolom “Cek Product Halal”.
Mengenai keamanan produk frozen food, konsumen harus teliti membaca keterangan kemasan pada frozen food yang akan dibeli, seperti informasi kadaluwarsa, saran penyimpanan, dan saran penyajian. Bakteri pathogen pada pangan dapat tumbuh dengan baik pada suhu 5-60ºC, biasa disebut temperature danger zone. Oleh karena itu, proses penanganan, penyimpanan, dan pengolahan frozen food harus diluar temperature danger zone untuk menjamin keamanannya.
Proses pencairan frozen food (thawing) harus dilakukan secara tepat untuk menghindari fluktuasi suhu yang mendukung pertumbuhan mikrroorganisme yang merugikan. Proses thawing yang tepat dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu memindahkan produk ke bagian bawah freezer kulkas, defrost menggunakan microwave, atau mengalirkan produk frozen food yang dikemas dengan air mengalir. Tips selanjutnya adalah frozen food yang sudah dithawing harus segera dimasak. Terakhir, produk yang yang sudah dimasak tidak boleh di diamkan di suhu ruang lebih dari 2 jam.*