Oleh:
Taufik Hidayat
HUJAN itu rahmat dari Allah untuk segala ciptaan-Nya di bumi. Tapi, kalau kita tak mengilmuinya, pastilah kita tak merasakan rahmat itu. Banjir, rumah tenggelam, pohon tumbang, dan lainnya adalah efek bila hujan terjadi di wilayah tertentu Indonesia. Penghijauan yang minim, saluran air yang tak dikelola dengan baik, dan buang sampah sembarangan merupakan beberapa sebab kenapa hal-hal itu bisa terjadi. Segala musibah yang terjadi bukanlah salah hujan, tetapi kita sebagai manusia yang punya andil untuk meminimalisir musibah-musibah itu terjadi. Sebagai muslim, kita memiliki Al-Qur’an sebagai sumber ilmu yang salah satu isinya tentang hujan, diantaranya:
Q.S. An-Naba’: 14 (Diawali Terbentuknya Awan)
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
“dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,”
Siklus cuaca berlangsung pada lapisan tertentu atmosfer. Atmosfer terdiri atas berbagai lapisan, seperti stratosfer, troposfer, dan seterusnya. Lapisan tempat berlangsungnya aktivitas cuaca adalah lapisan terbawah, yaitu troposfer. Karena itu, dalam penerbangan pesawat, orang berusaha terbang lebih tinggi daripada troposfer agar tidak terpengaruh oleh gonjang-ganjing cuaca.
Siklus cuaca dimulai ketika sinar matahari yang merambat diangkasa luar masuk melewati atmosfer. Sinar ini pada awalnya berbentuk gelombang pendek (microwave). Gelombang ini sebagian besar diserap oleh bumi dan memanaskannya. Panas dari gelombang pendek sebenarnya tidak terlampau besar. Namun, karena melewati atmosfer yang lebih padat dibandingkan ruang hampa, gelombang pendek ini terbiaskan menjadi gelombang panjang (inframerah). Gelombang inframerah cenderung lebih panas.
Gelombang inframerah sebagian dipantulkan kembali oleh bumi ke luar angkasa. Seandainya tidak ada atmosfer, maka di malam hari cuaca bumi akan sangat dingin. Jika semua energi inframerah dipantulkan keatas, suhu bumi bisa merosot menjadi -18 oC. Tidak akan ada makhluk yang bisa hidup. Namun, Allah SWT. telah mengatur agar gas-gas CO2, H2O, dan zat-zat lain di angkasa memantulkan kembali gelombang inframerah ke bumi. Dengan pemantulan tersebut, suhu bumi bisa dijaga pada rata-rata 15 oC.
Panasnya gelombang inframerah inilah yang kemudian menguapkan air dari permukaan bumi hingga bergerak keatas, ke lapisan troposfer. Molekul uap air yang berada di atmosfer ini mengambil sebagian panas dari udara. Akibatnya, temperatur dan tekanan atmosfer akan sedikit turun. Karena penurunan temperatur dan tekanan tersebut, uap air mengalami kondensasi (mengembun) menjadi awan.
Proses kejadian awan ini ternyata bersesuaian dengan al-mu’sirati pada Q.S. An-Naba’: 14. Kata tersebut berakar dari a’sara yang berarti “memeras”. Dalam bahasa meteorologi, mungkin yang dimaksud adalah “tekanan”. Inti awan bisa berupa uap air, debu, garam, atau partikel-partikel yang ada di atmosfer. Inti ini menjadi awan karena adanya perbedaan tekanan. Adapun “memeras” bisa diartikan sebagai proses pengumpulan partikel-partikel tersebut menjadi bentuk yang lebih “rigid”.
Q.S. At-Tariq: 11 (Termasuk Siklus Hidrologi)
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ
“Demi langit yang mengandung hujan”
Jika diterjemahkan secara luas, al-raj’ dalam konteks saat ini dapat bermakna sebagai bagian dari “siklus”. Hujan hanyalah salah satu bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi adalah proses perputaran air dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi baik secara fisis maupun kimiawi. Yang menarik, siklus tidak hanya terjadi di langit tetapi juga di bumi. Bahkan kedua siklus tersebut bukan saja mirip, melainkan juga berkaitan erat.
Siklus hidrologi bermula dari air permukaan yang menutupi 70% permukaan bumi, dan 97%nya berada di samudra. Setiap hari, sekitar 1/3 energi sinar matahari yang sampai ke bumi dipergunakan untuk menguapkan kira-kira 1000 km3 (satu triliun meter kubik) air samudra, sungai, danau, dan telaga. Uap air lalu menyebar di lapisan atmosfer untuk mengatur kelembaban dan suhu. Uap air itu kemudian mengalami kondensasi dan turun ke permukaan bumi berupa hujan atau salju. Akhirnya, air yang terkumpul di darat mengalir dalam bentuk sungai-sungai untuk kembali menuju samudra.
Dari penjelasan dua ayat diatas, dapat kita pahami bahwa hujan justru hadir membawa rahmat Allah. Taukah kalau tidak ada hujan, kondisi bumi akan sama seperti awal, temperatur tinggi dan tidak cocok untuk dijadikan tempat tinggal manusia? Taukah kalau tidak ada hujan, bagaimana caranya air tanah tetap ada sedangkan kita terus memakainya? Taukah kita kalau tidak ada hujan, bagaimana tumbuhan-tumbuhan bisa ada di bumi? Dan setelah membaca dan memahami tulisan diatas, benar-benar akan menemukan bahwa hujan memang rahmat Allah yang patut disyukuri. Musibah yang terjadi itu sebab perilaku manusia yang kurang perduli dengan lingkungannya, padahal manusia ialah khalifatullah. Salah satu hal sederhana yang bisa kita lakukan ketika hujan ialah berdo’a. Rasulullah SAW. mengajarkan do’a ketika sedang hujan:
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
“Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].”
Tanpa bertanya, manusia tidak akan bisa mengungkapkan kebesaran Allah lewat ayat-ayat-Nya. Tanpa meneliti ciptaan-Nya, manusia tidak akan mampu pula menyelesaikan permasalahan-permasalahannya sebagai khalifah di muka bumi. Semoga dengan turunnya hujan semakin membuat kita bersyukur, bukan malah mengeluh. Manfaatkanlah moment tersebut untuk banyak memohon segala hajat pada Allah Ta’ala menyangkut urusan dunia dan akhirat. Jangan sia-siakan kesempatan untuk mendoakan kebaikan diri, kerabat, dan kaum muslimin lainnya.
Referensi:
Tim Tafsir Salman ITB., 2014. Tafsir Salman ITB. Bandung: Mizan Pustaka