Terkait dengan proses kerja tubuh manusia, manfaat berpuasa bagi kesehatan kini sering dihubungkan dengan sebuah istilah yang sebenarnya bukan baru, namun mungkin untuk sebagian kalangan awam masih terdengar asing. Istilah yang dikenal dengan sebutan autolisis tersebut merupakan salah satu proses metabolisme yang secara normal di dalam tubuh kita, namun optimalitasnya dapat dipicu selama kita melaksanakan ibadah puasa.
Sebagian riset-riset ahli rata-rata sudah mengupas tuntas hal dibalik mekanisme ini, dan menjadi hal penting pula bagi kita untuk mengetahuinya, apalagi kenyataannya, banyak yang belum melakukan puasa secara benar dari segi kesehatan dengan banyaknya kesalahan pemilihan menu dan jumlah asupan makanan yang dianjurkan.
Sekilas Tentang Autolisis
Dalam kondisi normalnya, tubuh memperoleh energi dan nutrisi makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Autolisis yang dikenal juga dengan sebutan 'self digest' ini adalah program yang terdapat pada setiap makhluk hidup terkait dengan proses penyerapan makanan untuk memperoleh energi dan nutrisi ini, melalui serangkaian proses pembakaran sel-sel tubuh dalam mekanismenya.
Ketika tubuh mengaktifkan proses autolisis ini, yang terjadi secara genetik adalah semacam pemetaan terhadap sistem dasar tubuh manusia untuk tiap-tiap sel, dimana tubuh akan mengirim sinyal yang mengandung data ideal sel-sel tadi menyangkut fungsi dan penempatannya sehingga kemudian mengaktifkan proses –proses penting seperti pembakaran asam amino dan asam laktat, berikut juga timbunan lemak dalam tubuh lewat proses oksidasi lemak menjadi ketone.
Dengan adanya proses autolisis yang oleh sebagian ahli dipandang sebagai program pengaturan mekanisme selular organ-organ tubuh ini, autolisis akan berfungsi dalam pembuangan sel-sel yang sudah rusak dan mati, sehingga lebih lanjut akan berperan dalam pencegahan berbagai gangguan dan penyakit yang berkaitan dengan zat-zat toksik yang kita dapatkan setiap hari lewat asupan makanan kita.
Proses autolisis yang sebenarnya baru dimulai sebagai reaksi tubuh setelah 2-3 hari berpuasa di saat tubuh mulai mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang tak diperlukan lagi ini biasanya dibarengi dengan gejala yang menyerupai gejala penyakit dan dikenal sebagai krisis detoksifikasi atau krisis penyembuhan, namun sama sekali tak perlu diredam dengan medikasi karena memang bukan gejala penyakit.
Ini biasanya terlihat dari kelesuan dan rasa mengantuk hebat memasuki awal puasa yang bisa diatasi dengan pengurangan aktifitas, istirahat dan yang terpenting, pengaturan menu makanan sahur dan berbuka.
Autolisis dan Detoksifikasi Tubuh
Dari peranan tersebut, para ahli membuat suatu defenisi tersendiri dari autolisis sebagai proses pengeluaran sisa metabolisme dan zat-zat yang tak dibutuhkan tubuh dalam kadar berlebih, dan ini pula yang mereka anggap menjadi teori dasar dari proses detoksifikasi, yang merupakan proses pembersihan terhadap racun atau sisa zat lain yang berbahaya jika dibiarkan menumpuk, seperti pengaruh pola makan buruk, stress, polusi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
Lewat metabolisme tubuh secara normal, akan terjadi proses pembentukan dan pembelahan sel-sel jaringan tubuh yang diperlukan bagi kelangsungan kesehatan kita. Di saat sistem pencernaan beristirahat akibat pengosongan lambung selama berpuasa, sel-sel lemak dan zat yang tidak dibutuhkan akan dibawa ke hati.
Dengan adanya pengosongan lambung tersebut, maka hati akan bekerja penuh menyaring racun-racun hasil autolisis untuk menghasilkan energi. Sebagai hasilnya, aliran darah akan menjadi lebih lancar dengan energi dan nutrisi yang semestinya, sehingga pembentukan dan penggantian sel-sel tubuh akan berlangsung sebagaimana mestinya, sementara sisa energi yang dihemat dari sistem pencernaan akan digunakan untuk aktifitas tambahan sistem kekebalan tubuh serta proses berpikir oleh otak.
Mengaktifkan Proses Autolisis
Walaupun proses autolisis berlangsung sebagai bagian dari setiap proses metabolisme, namun dalam aktifitas berpuasa ada sedikit perbedaan yang terjadi dibandingkan masa-masa di luar puasa dimana kita terlambat makan dan otak memberikan sinyal lapar di kala kadar glikogen darah mulai mencapai batas minimalnya.
Pada saat ini biasanya otak akan memerintahkan organ-organ pencernaan untuk memproduksi liur dan enzim-enzim lambung, hati dan usus yang bila tidak segera berinteraksi dengan makanan akan menyebabkan berbagai gangguan pencernaan. Di saat berpuasa, otak tak lantas mengaktifkan sinyal ini karena dari perubahan pola makan di saat sahur tubuh masih memiliki cadangan karbohidrat dan lemak untuk digunakan sebagai sumber energi.
Di saat inilah proses autolisis selanjutnya akan terpicu untuk mengoptimalisasikan pembakaran zat-zat makanan yang cenderung bisa menumpuk bila tak digunakan terutama simpanan lemak berlebihan yang dapat membahayakan kesehatan.
Dari aspek asupan gizi sendiri tidak ada yang berkurang selama kita memilih menu makanan sahur dan berbuka dengan tepat, dan ini juga yang digunakan sebagai prinsip dasar puasa sebagai terapi penyakit-penyakit degeneratif yang rata-rata berhubungan dengan penumpukan zat-zat tak berguna di dalam tubuh.
Di sisi lainnya, pengurangan konsumsi kalori tadi akan menyebabkan berkurangnya laju metabolisme energi sehingga konsumsi oksigen juga akan berkurang, dan ini bermanfaat terhadap penurunan produksi senyawa oksigen bersifat toksik yang dikenal sebagai radikal bebas, yang dampaknya bisa mengurangi aktifitas kerja enzim dalam menyebabkan kerusakan dinding dan mutasi sel.
Berhubungan dengan hal ini, sebuah penelitian pernah menyebutkan bahwa kegiatan berpuasa dapat menekan produksi radikal bebas sekitar 90% dan meningkatkan antioksidan alami tubuh sekitar 12% dalam peningkatan daya tahan tubuh secara keseluruhan. Penelitian lain menjelaskan proses ini dengan pengalihan energi dari sistem pencernaan terhadap metabolisme sistem kekebalan tubuh, yang secara mendasar turut diperansertai oleh proses autolisis yang semakin dipicu dengan berpuasa tersebut.
Meskipun proses yang bermanfaat bagi tubuh selama berpuasa ini terlihat menjanjikan, jangan salah juga, karena manfaat tersebut tetap akan sulit didapat selama pengaturan menu makanan selama berpuasa tidak benar-benar ditata dengan baik.
Secara ideal, pengaturan menu ini seharusnya mengacu kepada kestabilan berat badan selama berpuasa, dimana kenaikan sama sekali harus dihindari dan penurunan juga bukan sesuatu yang dianjurkan, dan ada beberapa tips penting untuk memperbanyak konsumsi buah dan sayuran yang tidak menguras energi tetapi malah memasok energi ekstra dari gula alami, vitamin dan mineralnya, disamping juga serat yang berfungsi menahan rasa kenyang lebih lama.
(dr. Daniel Irawan)