‘’Jangan tinggalkan kami Muslim Timor Leste yang tinggal tiga persen di sana,’’ tagih Ustad Mohammad Anwar Da Costa kepada Dewan Dakwah.
Pada Senin (28/10), Direktur Masjid An Nur Kampung Alor, Dili, Timor Leste, itu mendatangi Gedung Menara Dakwah Jakarta Pusat. Kehadirannya disambut Direktur Eksekutif LAZIS Dewan Dakwah H Ade Salamun, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir (STID) DR Mohammad Noer, dan Ketua Bidang Pendidikan Dewan Dakwah DR Imam Zamroji.
Dalam kunjungan balasan itu, Ustad Anwar mengutarakan tantangan dan peluang dakwah di negara yang dulu pernah menjadi provinsi ke-27 NKRI (Timor Timur).
Sebagaimana ditulis Ambarak A Bazher dalam bukunya Islam di Timor Timur (GIP, 1995), dakwah Islam sudah masuk ke Timor Timur sebelum kedatangan imperialis Portugis pada 1512 M. Ketika pasukan Portugis yang terusir dari Gowa, Sulawesi Selatan, tiba di Dili, mereka disambut pemimpin masyarakat setempat bernama Abdullah Afif.
Di bawah NKRI, Islam di Timor Timur mengalami perkembangan signifikan. Sampai tahun 1990-an, jumlah penduduk muslim di sana mencapai lebih 31 ribu jiwa. Di provinsi itu juga terdapat 13 Masjid, 30 Mushalla, 21 Madrasah, 20 Lembaga Islam, dan 116 Da’i (Ustad).
Masjid An Nur yang berdiri pada 1976 merupakan ikon keislaman di Timtim. Di komplek Masjid ini terdapat Madrasah Diniyah sebagai satu-satunya sekolah dasar anak Islam.
Untuk membina umat, Yayasan An Nur mendapat kiriman da’i dari Yayasan Al Falah Surabaya dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jakarta. Ketua Dewan Dakwah Allahyarham M Natsir waktu itu mengirimkan da’i dalam tiga tahap yaitu tahun 1981, 1983, dan 1985. Salah satu da’i tersebut tak lain adalah Ustad Syuhada Bahri yang kini Ketua Umum Dewan Dakwah.
Sejak referendum Timtim pada 1999 yang menghasilkan Timor Leste pada 2002, Islam di negeri itu menurun drastis. Baik dari segi jumlah umatnya, gerakan dakwahnya, maupun fasilitas ibadah dan pendidikan Islam.
Saat ini, Muslim Timor Leste tinggal sekitar 5000 jiwa atau atau 3% dari jumlah seluruh penduduk Timor Leste. Lembaga Islam hanya tersisa 7, dengan jumlah ustad 21 orang saja.
Namun di balik keprihatinan itu, ada hikmahnya. ‘’Di bawah sistem Negara Timor Leste yang sekuler, dakwah Islam mendapat kebebasan kembali,’’ ungkap Ustad Anwar. Seperti termaktub dalam Konstitusi Republik Demokrasi Timor Leste, Pasal 12 dan 45, Negara menjamin kebebasan beragama. ‘’Bahkan orang tak beragama pun boleh di sana,’’ imbuhnya.
Menurut Ustad Anwar, dakwah di masa sekarang malah lebih mudah ketimbang jaman dulu. Hasilnya, pada tahun 2011 misalnya, jumlah mualaf baru di Timor Leste mencapai 500 orang.
Sebagaimana presiden terdahulu Xanana Gusmao, Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak juga sangat memperhitungkan warga Muslim. Idul Fitri Agustus lalu, ia turut merayakan lebaran bersama warga Muslim Kampung Alor yang berasal dari Makassar, Jawa, dan Alor (NTT).
Setelah mendapat pemaparan dari Ustad Imam Zamroji tentang Progam ADI (Akademi Dakwah Indonesia), duta Muslim Timor Leste semakin bersemangat mengembangkan dakwah di negerinya. ‘’Kalau begitu, kami tidak hanya memerlukan kiriman da’i alumnus STID dan ADI. Sekalian saja kami mau membangun ADI Timor Leste,’’ katanya. Dengan demikian, ia melanjutkan, Timor Leste bisa mencetak juru dakwah dari kader-kader muda mereka sendiri.
Ustad Ade Salamun menyambut baik aspirasi Muslim Timor Leste yang disuarakan Ustad Anwar. Menurutnya, pengiriman da’i dan pendirian Akademi Dakwah di Timor Leste merupakan panggilan dakwah yang urgen dan mulia.
‘’Insya Allah, kami akan mengadukan panggilan dakwah ini kepada kaum muslimin Indonesia agar dapat dipenuhi segera,’’ kata Direktur Eksekutif LAZIS Dewan Dakwah. (robith/bowo)