View Full Version
Selasa, 11 Aug 2009

Open Mind (3): Bahaya Pornografi & Pornoaksi = Bahaya Terorisme

"Ini era globalisasi kenapa masih dipermasalahkan orang berbikini, kapan mau maju negara ini...?" ujar Jupe artis bomb sex menanggapi ramainya suara-suara penolakan terhadap keikut-sertaan Miss Indonesia Zivanna Letisha Siregar ke ajang pemilihan Miss Universe. Penolakan akan hal ini bukannya hal baru. Sejak beberapa tahun lalu setiap kali Indonesia mengirim putrinya ke ajang "pamer dada dan paha" di Amerika, maka juta-an suara penolakan dianggap anjing menggonggong sang putri berlalu.

Meskipun belum pernah menang pada ajang internasional tersebut sepertinya "wajib" hukumnya negara ini mengirim dutanya. Alasannya supaya Indonesia semakin dikenal di seluruh dunia. Padahal alasan demikian itu sudah tidak relevan lagi buat dunia yang semakin "mengecil". Berapa banyak negara yang bisa memperkenalkan budayanya tanpa harus memamerkan dada dan paha.

Yang pasti, keterlibatan negara ini dalam ajang pemilihan Miss Universe merupakan tuntutan pergaulan global atau konsekwensi logis dari interaksi kita dengan budaya global. Sementara kita tahu bahwa budaya global yang saat ini kita hadapi adalah budaya yang sama sekali bebas nilai. Tidak mungkin kita menentang program tersebut berdasarkan dalil-dalil budaya bangsa. Terlebih  tinjauan dari sudut pandang Islam sebagai keyakinan yang dianut oleh mayoritas bangsa ini, akan semakin dicibir dunia. Mungkin itulah yang menjadi ketakutan kalangan tertentu apabila negara ini tidak ikutan.

Kita nampaknya sudah tidak bisa keluar dari lingkaran setan budaya global. Sehingga mau tidak mau, suka atau tidak suka, bagi orang yang tidak memiliki identitas yang jelas pada dirinya memilih mengikuti arus, meskipun harus "terperosok ke dalam lubang kehinaan". Atas nama globalisasi kita rela mengorbankan identitas diri bangsa, terlebih untuk Zizi sang duta yang pernah sekolah di SMA Al Azhar, terpaksa atau dipaksa untuk menanggalkan dulu identitas dirinya sebagai seorang Muslimah, dan mencelupkan dirinya ke dalam celupan jahiliyah moderen. Padahal kata Allah 'Azza wa Jalla : "wa man ahsanu minallaahi shibghah" (celupan siapakah yang lebih baik daripada celupan Allah).

Budaya global adalah budaya telanjang, budaya free sex, budaya permissive, budaya yang tidak mengenal nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Kalaupun nampak baik tapi hanya sebatas bungkus, tidak kepada isinya. Pornografi dan pornoaksi adalah merupakan simbol dari budaya global itu. Lihat saja media massa kita, meskipun sudah ada UU Pornografi, tetap saja simbol sex begitu dominan dalam setiap acara musik maupun sinetron atau film meskipun bungkusannya relijius. Dan UU itu hingga saat ini tidak memiliki kekuatan untuk menjerat para pelaku pornografi dan pornoaksi, karena ketidak-jelasan atau kekaburan definisi porno itu sendiri.

Kerusakan yang diakibatkan oleh budaya global hingga detik ini tidak ada yang mampu mengatasinya, bahkan bagi sebagian besar masyarakat kita, pengrusakan itu disikapi dengan rasa gembira ria, ikhlas menerima, dan menikmatinya. Kebanyakan kita belum menyadari hal ini, termasuk pemerintah yang mestinya melindungi rakyat dari kerusakan. Secara perlahan tapi pasti generasi pelanjut bangsa ini "dibunuh" jiwanya, mentalnya, fikirannya, juga fisiknya oleh pornografi dan pornoaksi. Kalau hal ini dibiarkan, maka bangsa ini akan kehilangan pemimpinnya dimasa mendatang.

Dengan begitu hendaklah kita sadari sepenuhnya bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh budaya global sama dengan bahaya terorisme. Bahkan boleh jadi bahayanya melebihi bahaya terorisme, karena korbannya menerima pengrusakan itu dengan senang hati. Sementara korban terorisme langsung bisa menyadari dan kemudian bereaksi menghalang dan mencegah kerusakan yang lebih parah.

Sadarilah wahai Jupe, Zizi, dan generasi muda Indonesia, serta pemerintah, bahwa bahaya budaya global ini hanya bisa diatasi dengan nilai-nilai kebenaran yang pasti - ISLAM sudah tentu.


latestnews

View Full Version