View Full Version
Ahad, 23 Aug 2009

UBAY BIN KA'AB

Selamat Bagimu,  Hai Abdul Mundzir, Atas Ilmu Yang Kau capai

 

Pada suatu hari, Rasulullah SAW menanyainya, “Hai Abul Mundzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!” jawab orang itu. Nabi SAW mengulangi pertanyaannya, “Abul Mundzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” Maka ia menjawab, “Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia, Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk)-Nya” (QS. al-Baqarah : 255) Rasulullah Saw pun menepuk dadanya dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, beliau berkata, “Selamat bagimu hai Abul Mundzir, atas ilmu yang kamu capai!” Abul Mundzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasul yang mulia  atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, tiada lain adalah Ubay bin Ka’ab, seorang sahabat yang mulia…  

Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian’aqabah, peraang Badar, dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia dikalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mukminin ‘Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya, “Ubay adalah pemimpin kaum Muslimin…” Ubay bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Begitu pun dalam menghafal al-Quranul Karim, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.

Pada suatu hari, Rasulullah SAW mengatakan kepadanya, “Hai Ubay bin Ka’ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu.” Ubay maklum bahwa Rasulullah SAW hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu. Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu bapakku menjadi tebusan engkau! Apakah kepada engkau disebutkan namaku?” Rasulullah SAW menjawab, “Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi!” seorang muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi SAW pastilah seorang Muslim yang agung, amat agung! Selama tahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubay bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi Saw, tak putus-putusnya ia meneguk dari telaganya yang dalamnya itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah SAW, Ubay bin Ka’ab menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadah, dalam keteguhan beragama, maupun dalam keluhuran budi. Di samping itu, tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah SAW masih hidup, diperingatkanlah keteguhan iman mereka, sifat Zuhud, perangai, dan budi pekerti mereka. Di antara ucapan-ucapannya yang mengagumkan, yang selalu didengungkannya kepada sahabat-sahabatnya ialah, “Selagi kita bersama Rasulullah SAW, tujuan kita satu, tetapi setelah ditinggalkan beliau, tujuan kita bermacam-macam. Ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan!”

Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menepati zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan teperdaya. Ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahannya, sebagaimana juga corak hidup manusia, betapapun ia berenang di lautan kesenangan dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedangkan di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk. Mengenai dunia, Ubay pernah melukiskannya sebagai berikut,

“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya?” Bila Ubay berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat. Apabila ia berbicara mengenai Agama Allah, tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu."

“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya?” Bila Ubay berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat. Apabila ia berbicara mengenai Agama Allah, tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu.

Tatkala wilayah Islam telah meluas dan dilihatnya sebagian kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat kepada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam, “Celakakan! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, hanya saja yang saya sayangkan ialah kaum Muslimin yang celaka disebabkan oleh mereka!” karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubay selalu menangis setiap kali teringat akan Allah dan hari akhir. Ayat-ayat al-Quranul karim, baik yang dibaca ataupun yang didengarnya, semua menggetarkan hati dan persendiannya. Tetapi ada satu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, yang apabila dibaca atau didengar olehnya, maka ia akan diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah: Katakanlah, “Dia-lah yang Berkuasa Mengirimkan Azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia Mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).”  (QS.al-An’am : 65)

Yang paling dicemaskan oleh Ubay terhadap umat Islam ialah datangnya suatu generasi umat yang saling bercakar-cakaran di antara sesama mereka. Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah, dan berkat karunia serta Rahmat-Nya, hal itu dapat diperolehnya, dan ia pun menemui Rabb-nya dalam keadaan beriman, aman, tenteram, dan memperoleh pahala.

 


latestnews

View Full Version