View Full Version
Jum'at, 28 Aug 2009

Nathan Ellington: Islam Tak Identik dengan Terorisme

Watford – Nama Nathan Ellington mungkin asing bagi penggemar Liga Primer, pasalnya, orang lebih banyak memperhatikan klub-klub papan atas. Tapi bagi komunitas Islam di London, Ellington sangat dikenal.

Striker Watford yang baru kembali dari Derby County ini memeluk agama Islam setelah menikahi wanita Bosnia, Alma tahun 2004 silam. Tidak hanya sebagai muallaf biasa, namun Ellington menjalankan Ke-Islamannya dengan taat.

Ellington juga tidak ragu menyatakan dirinya beragama Islam, salah satunya dengan menjalani puasa di bulan Ramadhan seperti tahun ini. Ellington juga tidak lalai meninggalkan sholat lima waktu begitu memeluk agama Islam.

Nathan Levi Fontaine Ellington, demikian nama lengkapnya, lahir 2 Juli 1981 di Bradford, West Yorshire, sebelumnya adalah pemeluk Kristen yang tidak pernah ke gereja.

Ellington menyambut wartawan The Daily Mail dengan kaos bertuliskan ‘I’m Moslem, Don’t Panic’. Kala itu, London, sebelumnya diguncang bom, tepatnya 7 Juli 2005, sejak itu, Islam menjadi sesuatu yang ditakuit bahkan dihindari oleh masyarakat Inggris pada umumnya.

Dalam sebuah wawancaranya dengan The Daily Mail, akhir tahun 2007 silam, Ellington menyambut wartawan The Daily Mail dengan kaos bertuliskan ‘I’m Moslem, Don’t Panic’. Kala itu, London, sebelumnya diguncang bom, tepatnya 7 Juli 2005, sejak itu, Islam menjadi sesuatu yang ditakuit bahkan dihindari oleh masyarakat Inggris pada umumnya.

Menariknya, keputusan Ellington menjadi muallaf tidak lepas dari pengaruh kakaknya, Jason yang sebelumnya telah pindah Islam. Ellington sendiri tahu resiko menjadi muslim di Inggris. Tak heran ketika dipinang Watford, musim 2007, dia menjelaskan hal ini kepada pelatih Watford, Andy Boothroyd.

“Saya berbicara banyak dengan dia. Sebab, pemain muslim sering dianggap berbeda dengan lainnya. Memang saya punya berbagai kewajiban ibadah, tapi saya tidak ingin kehidupan relijius dan profesional saya saling mengganggu,” papar Ellington seperti dikutip dari The Daily Mail.

“Ternyata dia sama sekali tidak keberatan. Dia malah mendorong saya untuk menjalankan perintah agama,” imbuh pemain 28 tahun itu.

Sebagaimana umat muslim lainnya, Ellington wajib menjalankan salat lima waktu. Ada kalanya, waktu-waktu salat bersamaan dengan jadwal latihan. Misalnya, Ashar dan Maghrib yang harus dilaksanakan sore hari.

“Untuk dua salat itu, saya biasanya minta izin istirahat lima menit. Itu sudah cukup untuk menjalankan salat di ruang ganti. Di sana saya punya alas salat (sajadah). Jadi, tidak masalah,” jelas Ellington.

Di bulan Ramadhan ini, Ellington pun menjalankan puasa. Padahal, Boothroyd termasuk pelatih yang sangat ketat mengontrol pola makan dan menu program pemainnya. Apakah hal itu tidak menimbulkan masalah?

“Oh, tidak. Karena saya tetap bisa mengikuti program latihan setelah matahari tenggelam. Sejak berbuka puasa, kami bisa makan apa saja. Saat itu saya mengganti semua nutrisi yang sudah hilang selama puasa," papar Ellington. Dia juga menyiasati kebutuhan energi di siang hari dengan makan sahur sebanyak mungkin.

"Saat bulan puasa saya bangun pukul empat pagi, lalu memastikan tubuh saya mendapat asupan nutrisi yang cukup. Lalu saya salat. Beres kan?" katanya.

Hanya, jika ada pertandingan tandang yang mengharuskan skuad Watford menempuh perjalanan ke luar kota, Ellington memilih tidak puasa. Konsekuensinya, dia mengganti puasa itu di lain hari.

Sejauh ini, pemain yang dibeli Watford dari West Bromwich dengan banderol 3,25 juta pounds (sekitar Rp 52,6 miliar) itu tidak pernah menerima perlakuan diskriminatif dari teman maupun suporter hanya karena beragama Islam.

Tidak banyak orang seberuntung itu. Dia tahu, di tempat lain ada pemain yang dijuluki Bomber. Bukan karena dia mesin gol timnya, melainkan karena muslim.

“Mungkin orang hanya bergurau. Tapi, gurauan semacam itu tidak lucu,” ujar Ellington.

“Kalau ada kasus-kasus terorisme, itu bukan salah agamanya, tapi orang-orangnya. Yang se­perti itu tidak hanya ada di Islam. Kristen dan Katolik juga ada yang jahat. Tapi, bukan berarti agamanya yang jelek,” yakinnya.

“Kalau ada kasus-kasus terorisme, itu bukan salah agamanya, tapi orang-orangnya. Yang se­perti itu tidak hanya ada di Islam. Kristen dan Katolik juga ada yang jahat. Tapi, bukan berarti agamanya yang jelek,” yakinnya. (aa/inilah)


latestnews

View Full Version