Oleh: Burhan Sodiq
Setiap bangsa pasti memiliki pahlawannya. Mereka terlahir sebagai sosok pembela dan ikon sebuah perlawanan. Di saat tirani menguasai hati nurani, menginjak-injak kesopanan dan melecehkan prinsip-prinsip kehidupan, maka merekalah yang pertama kali melawan. Melawan juga bukan pilihan yang populis. Sebagian besar manusia lebih banyak memilih kompromi, mengalah dan tidak ingin perselisihan. Meski kehormatan mereka sudah dilecehkan dan dihina bak hewan piaraan.
Tapi pahlawan punya ide yang lain. Ia melawan arus sebuah opini jamak publik. Ia sengaja melawan dengan apa yang bisa dia lakukan. Dominasi kezaliman yang nyata-nyata menindas, dihadang dengan upaya perlawanan, baik bersama-sama maupun perseorangan. Hanya saja kaum perlawanan selalu membutuhkan sosok pahlawan. Yang bisa mengobarkan semangat itu, hingga tak pernah lagi mau padam meski ditelan jaman.
Melawan juga sering kali dalam posisi yang tidak seimbang. Yang dilawan dengan yang melawan, selalunya lebih besar yang dilawan. Karena mereka yang dilawan, biasanya lebih punya power, lebih punya kemampuan, kelebihan dan energi yang besar. Sedangkan yang melawan, biasanya kaum yang kecil, tidak punya banyak kekuatan, namun sangat istiqamah dengan jalur perlawanannya.
Dunia yang kita tinggali ini bukanlah dunia yang hanya menyajikan keramahan. Tetapi sering kali pula dunia ini menyajikan kemaraham dan kebengisan. Ada kasih sayang, tapi masih terlalu banyak kezaliman di sekitarnya. Kezaliman atas hak-hak kita mengusung kebenaran. Kezaliman terhadap nilai-nilai keislaman yang selama ini kita pegang. Bahkan penindasan terhadap hak hidup seorang mukmin pun masih terjadi di belahan bumi yang kita cintai ini. Mereka diusir, diambil haknya, dikebiri hidupnya, dan dibunuh hanya karena mereka beriman.
Allah telah memilih para pahlawan-Nya. Yang rela berkorban untuk melawan tindak kezaliman. Meski ia hanya sendirian, dan tak punya banyak cara untuk melawan. Ada yang melawan dengan hati, cukup membenci setelah itu padam lagi. Ada yang melawan dengan pikiran dan otaknya, berargumen dan berdiskusi sekuat pikir bisa dijalankan. Ada pula yang mengais energi pribadi, beramal nyata untuk melakukan perlawanan. Semuanya melawan, karena mereka membela hak dan kepentingan.
Namun sayangnya banyak orang yang tidak mau diajak melawan. Mereka tahu bahwa mereka ditindas, tapi mereka tidak yakin dengan cara perlawanan yang dilakukan. Mereka tahu bahwa mereka dizalimi, tetapi mereka tidak mau melawan karena strategi perlawanannya tidak cukup meyakinkan. Itu masih mending, karena masih ada jiwa 'melawan' dalam dirinya. Parahnya lagi justru ada orang-orang yang tidak merasa terbela hanya karena sang pahlawan tidak pernah menjelaskan kenapa mereka melawan. Bahkan mereka merasa nyaman dan tidak perlu dibela sehingga tidak perlu melawan. Ruwet, mbundet, dan sangat disayangkan...
Meski kita semua tahu, pahlawan-pahlawan itu tidak pernah ingin disebut pahlawan. Mereka tulus, dan hanya ingin menegakkan keadilan agar tiada lagi kezaliman. Hanya itu, hanya itu yang mereka inginkan.
Perlawanan ini akan selalu ada, selama kezaliman belum sirna. Para pahlawan yang melawanpun akan selalu dipilih Rabb-Nya untuk berjuang merebut haknya sebagai bangsa yang merdeka dari penindasan.
Hanya saja, mungkin dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa umat yang tertindas harus disadarkan. Perlawanan sangat dibutuhkan. Memahamkan logika bahwa melawan adalah sebuah pilihan wajib bagi mereka yang dihujani kezaliman. Kalau mereka sudah paham kenapa melawan, tanpa disuruh pun, mereka akan memperjuangkan haknya dengan sendirinya.
Melawan juga bukan kejahatan. Karena melawan hanya ingin menegakkan keadilan, agar tidak ada kezaliman yang dikekalkan, agar tidak ada pihak-pihak yang selalu dirugikan. Dan yang paling penting, agar berkah Allah selalu ada dalam setiap nafas kehidupan. Maka tidak berlebihan kalau kita katakan, bahwa melawan hanyalah sebuah kewajaran. Wajar, karena melawan hanya ingin menyeimbangkan posisi neraca keadilan, dan memberi pelajaran kepada pelaku kezaliman agar mereka bertaubat kembali ke pangkuan Ar Rahman. Lalu, kini kembali kepada kita. Sejauh mana kita mau melawan? Wallahua'lam.