Oleh: Ust. Dr. Abdullah Muhammad
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw
Sepanjang sejarah umat manusia tidak pernah ada dan bahkan tidak akan ada seorang pemimpin yang sehebat Rasul saw apalagi yang lebih hebat lagi?! Itu adalah sesuatu yang mustahil dicapai oleh manusia manapun. Siapakah di antara pemimpin dunia ini yang bisa menandingi kepemimpinan Nabi Muhammad saw.? Tentu tida ada.
Keberhasilan beliau dalam memobilisir semua potensi masyarakat menjadi satu kekuatan yang besar, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat merubah wajah dunia, memerlukan suatu penilitian yang cermat tantang rahasia kepemimpinan yang terkandung dalam diri Rasulullah saw.
Nabi berperan bukan saja sebagai pembimbing spiritual, tetapi juga sebagai organisator dari tata masyarakat dan negara yang baru. Nabi saw. ikut serta dalam kehidupan sosial-politik.Kehebatan beliau nampak dalam peranannya sebagai seorang suami, ayah, kepala negara, hakim dan panglima perang. Tidak jarang mengalami berbagai bahaya yang umum dialami dalam kehidupan manusia terutama peranannya sebagai pendiri negara dan masyarakat baru.
Sesungguhnya sangat sulit bagi Nabi menjalangkan tugas kenabian yang mengharuskannya mendirikan bukan saja agama baru, tapi juga tata masyarakat dan politik baru. Semua ulama mengakui beratnya beban yang dipikul oleh Nabi. Namun, Nabi telah memperlihatkan siapa dirinya; kearifannya; kemuliaan sifat-sifatnya; keahliannya dalam kegiatan politik dan sosial kemasyarakatan; semua itu maupun yang lainnya telah membuktikan bahwa beliau seorang pemimpin yang tidak mungkin seorangpun tidak akan mematuhinya dan tidak mungkin untuk tidak mencintainya.
Segera setelah menerima petunjuk Wahyu yang pertama, Nabi mengatakan kepada isterinya:” Wahai khadijah, mulai hari ini telah berakhirlah masa yang dahulu aku bisa banyak tidur dan istirahat. Sebab Jibril telah memerintahkan aku untuk memberi peringatan pada segenap manusia, menyuruh mereka beriman dan beribadah hanya kepada Allah semata ” (Hayaat Muhammad M. Husein Haikal hal 136).
Sifat utama yang dimiliki Nabi adalah Keagungan jiwa; beliau memiliki jiwa yang begitu besar dan agung yang dirasakan oleh setiap muslim sejati. Bagi seorang muslim, beliau adalah personifikasi dari keagungang jiwa. Hal ini nampak jelas dalam perlakuannya terhadap sahabat-sahabatnya, yang kemudian menjadi model bagi semua generasi muslim yang ingin meniru kehidupannya.
Dengan kata lain Nabi memiliki sifat kekuatan, keagungan dan ketenangan batin. Kekuatan itu terlihat dalam perjuangan beliau di Makkah sampai beliau berhasil menegakkan negara Islam dan membutuk masyarakat Islam yang pertama di dunia; juga nampak dalam jihad beliau di Madinah. Menurut sejarah, Nabi saw. telah memimpin perang sebanyak 28 (duapuluh delapan) kali dalam tujuh tahun, dan ada 35 (tigapuluh lima) tentara ekspedisi yang beliau kirimkan.
Keagungan dan kasih sayang Nabi terlihat jelas dalam sikap kepedulian dan perhatian beliau terhadap pengikut-pengikutnya seperti yang tertulis dalam Al Qur’an:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS At Taubah 128)
Maka beliau selalu bersedia memberi bantuan kepada lingkungannya serta mengorbangkan seluruh hartanya bagi orang lain, sehingga sudah menjadi sifat Nabi saw. yang melekat pada dirinya bahwa beliau seorang dermawan yang selalu memberi dan tidak pernah meminta sesuatu untuk dirinya sampai akhir hayatnya. Beliau sudah dikenal di seluruh daerah sabagai orang yang ‘yu’thi atha’a man la yakhsya al faqra’ artinya suka memberi banyak bagaikan seseorang yang tidak takut jatuh miskin.
Dengan sifat-sifat mulia itu, Nabi saw. menjadi prototipe dari manusia yang sempurna, sehingga ia disebut ‘asyraf al makhluqaat’ (makhluk yang teragung), Al Qur’an menjunjung tinggi sifat-sifat yang ada pda diri Rasul saw. Firman Allah SWT:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Al Qalam 4). Berkata ‘Aisyah ra. ‘budi pekerti Rasul adalah cermin dari Al Qur’an’ ‘ kana khuluquhu Al Qur’an’ (HR Abu Daud, Nasas’i dan Ahmad).
Adalah sangat sulit melukiskan kepribadian Rasulullah sebgai pemimpin yang berhasil, yang di dalam masa perjuangannya hanya memakan waktu 22 tahun 10 bulan. Kepribadian apa yang melekat pada diri beliau?
Adapun kelebihan Nabi sebagai seorang pemimpin gerakan atau pemimpin negara yang memiliki mutlifungsional tugas dan tanggangjawab, yaitu sebagai kepala negara, hakim dan panglima perang, itu dapat ditinjau dalam aspek-aspek berikut ini;
1. Memperjuangkan dakwahnya hanya untuk mencari keridlaan Allah.
2. Mengatakan yang hak (benar) walaupun pahit.
3. Mengajak menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.
4. Menghargai kejujuran dan mencela pemalsuan dan penkhianatan.
5. Membanggakan pembela-pembela dan pejuang-pejuang agama.
6. Membela hak kaum dluafa’ (lemah) di hadapan penguasa.
7. Melibatkan kaum pemuda dan kelas menengah ke bawah dalam aktifitas dakwahnya, dan tidak menfokuskan perhatiannya pada orang-orang tertentu (kaum konglemerat/tokoh-tokoh masyarakat).
8. Mementingkan kepentingan umat lebih dari pada kepentingan pribadi.
9. Memaafkan kesalahan pengikutnya dan kejahahatan pihak lawan.
10. Menahan diri dan pantang mundur dalam menghadapi para pemimpin zhalim yang menghalangi dakwahnya.
11. Menerima takdir dan bersabar dalam menghadapi musibah.
12. Menghindarkan sifat tergesa-gesa dalam mencapai target dakwah.
Dibandingkan dengan pemimpin yang lain, maka Nabi Muhammad saw. adalah yang paling berhasil dalam segala bidang. Sedangkan banyak diantara pemimpin-pemimpin dunia yang gagal total dalam melaksanakan tugasnya . . Sedikit jumlahnya yang dapat menyelesaikan tugasnya, tetapi tidak dapat menikmati hasil perjuangannya; sedikit juga jumlah para pemimpin yang menjadi korban dari perjuangannya, tetapi namanya tetap abadi karena pengorbanan yang dilakukan.
Hanya satu orang dalam sejarah pemimpin yang berhasil dalam perjuangannya dan menang serta dapat menyaksikan kemenangannya di waktu hidupnya, yaitu Nabi besar, junjungan kita Nabi Muhammad saw. pimpinan yang ditinggalkan berjalan sepanjang jaman sampai dunia kiamat.
Karakteristik kepemimpinan Islam :
Kaum muslimin di Indonesia sebagai ‘golongan’ mayoritas selalu dihadapkan pada problem heteroginitas para pengikutnya, baik dalam hal kemauan maupun kemampuan. Mereka sering mengalami kesulitan dan kerumitan dalam melakukan koordinasi, tambahan lagi di bidang dakwah (interaksi dengan masyarakat dan pejabat negara) atau komunikasi.
Guna mengatasi problematika di atas diperlukan tipe pemimpin yang mengerti permasalahannya dan mampu menanganinya. Demikian juga, bila ternyata ajaran Islam mengandung nilai-nilai yang komprehensif dan universal, maka bagaimana seharusnya ajaran Islam mampu memberikan warna (karakteristik) kepada para pemimpin yang tampil. Kelemahan dan kelengahan dalam penampilannya, akan mengaburkan citra Islam di indonesia, di mana rakyatnya yang mayoritas muslim sedang menuju ke arah pembangunan yang Islami.
Kepemimpinan yang dimaksud juga mengandung dua segi yaitu, kepemim-pinan formal dan kepemimpinan informal.
1. Mampu memikat hati orang lain.
2. Mampu menempatkan dirinya tepat di antara anak-anak buahnya dengan
hubungan yang serasi.
3. Menguasai organisasi dan tujuannya dengan baik.
4. Memiliki teknik-teknik kepemimpinan yang tepat.
5. Memiliki kelebihan-kelebihan daya pikir, fisik, psikis dan mental yang kuat
atas mereka yang dipimpin.
Di kalangan Islam, kepemimpinan informal mendapat tempat yang tersendiri di hati umat, misalnya dengan banyaknya ‘ulama, zu’ama, masyayikh, asatiz, dan tokoh-tokoh organisasi (ruasa’ al jami’iyyat wal ahzaab) dengan aneka ragam warna dan coraknya. Mereka memiliki pula pengikut yang tak kalah banyaknya dengan pemimpin formal.
Sejarah pergerakan bangsa Indonesia mulai jaman penjajahan hingga jaman kemerdekaan banyak diwarnai pemimpin tak resmi. Dengan hanya dilandasi oleh moral force mereka senantiasa tanpil demi tercapainya kemerdekaan dan untuk menghancurkan ketidak adilan dalam segala bidang. Setelah terusirnya penjajah Islam telah disingkirkan dan syari’atnya telah ditolak, maka muncullah kelompok sekuler yang kemudian disusul dengan gerakan PKI pada pemerintahan orde lama.
Setelah dibububarkannya partai komunis Indnesia, pemerintahan orde baru telah menjadikan pancasila sebagai filsafat dan asas tunggal negara yang kemudian dipaksakan atas semua partai dan organisasi termasuk lembaga-lembaga pendidikan Islam. Bukan hanya itu saja, malahan dibukakan pintu lebar bagi gerakan misionaris dan free masonry untuk mengembangkan ajarannya dan memurtadkan umat Islam.
Di masa reformasi peranan Islam dalam perjuangan para reformis telah dijauhkan, dan digantikan dengan ajaran sekuler dan paham-paham liberalisnme. Para aktifis gerakan Islam mulai ditangkap dengan tuduhan terrorism.
Maka dalam usaha mengembalikan Islam kedalam tata kehidupan umat, serta menyatukan dan memajukan keaneka ragaman kehidupan umat Islam, juga keaneka ragaman aktifitas gerakan Islam, kita harus dapat menentukan gambaran, macam pemimpin yang bagaimanakah yang dikehendaki.
Karakteristik kepemimpinan Islam adalah tak terpisahkan dengan keadaan masyarakat yang dipiminnya. Hal yang demikian itu, karena watak kepemimpinan tak terpisahkan dengan tujuan yang ingin dicapai dan bentuk organisasi yang ingin diwujudkan; sifat dan kemauan para anggota, situasi dan kondisi tempat hidup (baca: masyarakat) dimana para anggota itu berada.
Sebgai contoh umpamanya, seorang pemimpin yang jitu bagi satu perusahan membutuhkan sifat-sifat dan kecakapan atau keahlian yang berlainan dengan orang yang harus memimpin regu sepak bola, karena untuk bermain sepak bola memerlukan kepandaian yang lain daripada memimpin satu perusahan.
Seorang pemimpin militer amat berlainan sifatnya dengan pemimpin politik; yang pertama mengunakan senjata dan memiliki keahlian di bidang persenjataan dan peperangan, sedangkan yang kedua mengunakan akal pikiran dan merancang strategi negara atau strategi gerakan, ia memiliki keahlian di bidang politik dan administrasi pemerintahan atau manajemen organisasi, serta mampu mengatasi tantangan dan memberi solusi bagi setiap problema baru.
Seorang pemimpin suatu kelompok ilmuan berbeda sifatnya dari seorang pemimpin suatu kelompok pekerja pabrik (baca: serikat buruh), karena jenis-jenis pekerjaan yang harus dilakukan masing-masing memang bebeda, sedangkan jenis kegiatan yang harus dilakukan menentukan sifta-sifat yang harus dimiliki pemimpin dua kelompok tersebut.
Kondisi dan situasi lingkungan hidup para anggota dan atau pengikut harus berpengaruh besar sekali kepada sifat, karakter, kecakapan dan keahlian pemimpin yang harus dimilikinya. Misalnya pemimpin negara dalam keadaan revolusi fisik harus bersifat dan berwatak yang berbeda daripada pemimpin negara yang sedang menyelenggarakan pembangunan di segala bidang.
Kelompok lingkungan yang bersifat memberontak membutuhkan pemimpin yang bersifat lain daripada kelompok lingkungan yang bersifat damai.
Umat Islam dengan aneka ragam lapangan kegiantannya, mulai dari intern golongan umat hingga masalah nasional bahkan masalah internasional, memerlukan karakteristik kepemimpinan yang berbeda pula, sebab masalahnya berbeda.
1. Intern golongan Umat Islam :
Lahirnya kelompok yang besar, ditentukan dan terdiri dari bagian-bagian kecil yaitu, golongan atau organisasi yang ada dalam tubuh umat Islam. Dengan demikian, maka bila masing-masing bagian itu dapat teratasi dengan baik, akan memberi corak dan warna pada scope yang lebih luas.
Kelompok atau golongan itu memerlukan pembinaan yang intensif, karena maju mundurnya kelompok itu akan membawa pengaruh dan nama secara kese-luruhan bagi umat. Sebagai contoh, ada segelintir manusia muslim yang melakukan tindak kekerasan (baca: terror) melawan pemerintah dengan dalih akan mendirikan negara Islam, pada akhirnya timbul gagasan bahwa umat Islam adalah terroris, meskipun hal itu hanya dilakukan oleh group sempalan (splinter group).
Demi tercapainya tujuan dalam pembinaan dan pengembangan maka perlu seorang pemimpin golongan yang memiliki karakter sesuai dengan kebutuhan dan keinginan golongan itu. Diantaranya :
a) Mampu menanamkan sikap Tasamuh (tolerans).
Sudah menjadi penyakit turun menurun, bahwa penyakit golonganisme hingga kini masih selalu ada. Padahal ia dapat menumbuhkan sikap mempersempit cakrawala pandangan. Sikap koreksi dan introspeksi terhadap kesalahan dan kelemahan dalam tubuhnya jarang dilakukan, akan tetapi mencari kesalahan terhadap golongan lain dan dunia luar selalu diada-adakan. Bukankah Nabi Muhammad saw. bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengintrospeksi diri dan mempersiap-kan bekal untuk (hidup) yang sesudah mati, dan orang yang lemah ialah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan mengantungkan banyak harapan kepada Allah (tanpa beramal)” (HR Ahmad,Turmudzi, Ibnu Majah dan Al Hakim. Berkata imam Turmudzi: hadits ini adalah hasan).
Bersambung....