View Full Version
Kamis, 17 Dec 2009

Marak Aksi Bunuh Diri, Karena Efek Buruk TV dan Lemah Iman

Jakarta (voa-islam.com) - Komnas Perlindungan Anak merilis, tahun 2006 hingga akhir 2009,  68 persen tayangan di 13 stasiun televisi mengandung kekerasan. Selain karena dipengaruhi minimnya komunikasi yang terbangun antaranggota keluarga dan kontrol diri yang lemah sehingga memicu meningkatnya tingkat stres pada warga masyarakat, kasus-kasus bunuh diri akhir-akhir ini diduga juga karena faktor tayangan TV yang mengandung kekerasan. Ditambah lagi arus sekularisasi, kapitalisasi semakin menggeser nilai keislaman di media cetak hingga media televisi.

"Awalnya karena masalah ekonomi, hubungan yang tidak harmonis antaranak, suami dan istri, siswa kepada guru," tambah Kak Seto Mulyadi.

Menurut Seto,  tayangan televisi-lah yang paling fatal mempengaruhi pikiran masyarakat. Tayangan-tayangan ekstrim seperti terjun dari ketinggian, menusuk diri, dan sebagainya, telah mengalirkan pengaruh yang sangat kuat kepada masyarakat, yang pada dasarnya telah terjangkit stres untuk melakukan hal-hal serupa.

Apalagi kemudian jika yang bersangkutan sedang dalam keadaan bingung, putus asa, dan merasa dalam keterasingan dan ketertekanan, maka tindakan yang tak masuk akal seperti bunuh diri bisa menjadi pelarian penyelesaian masalahnya.

Ia mengimbau agar masyarakat tidak terjebak tenggelam dengan masalahnya sendiri. Karena sibuk hanya mencari uang, misalnya, anak yang harusnya juga mendapat perhatian dan butuh hubungan komunikasi, menjadi terbengkalai.

Untuk itu melawan efek bahaya itu, silaturrahim yang intens, kata Seto, hendaknya selalu dibangun dan tidak semata individu sibuk sendiri-sendiri, termasuk di dalamnya adalah hubungan komunikasi antaristri dan suami.

"Harus dibangun silaturrahim dan komunikasi yang baik untuk menyelesaikan masalah dan ketertekanan yang ada," katanya.

Psikiater: Ketahanan Mental Cara Islam, Efektif Cegah Bunuh Diri.

Menurut dosen Fakultas Kedokteran di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, umumnya usia orang melakukan bunuh diri berkisar antara 15-24 tahun.



Penyebab terjadinya bunuh diri dipengaruhi  banyak hal. Bisa kondisi kejiwaan (psikologis), sosial, maupun biologis. Dari ketiga faktor tersebut, yang paling berperan adalah faktor kejiwaan (depresi). Untuk yang terakhir ini bisa mencapai 45-64 persen.

Menurutnya, depresi adalah kondisi yang sering menyebabkan memunculkan ide-ide bunuh diri. Pada dasarnya, penyebab kejiwaan tersebut karena adanya stressor (penyebab terjadinya stress, red).

Di zaman sekarang,  stressor  bisa karena kondisi sosial, ekonomi, kompetisi hidup, konflik interpersonal, kehilangan orang terkasih, ataupun bencana alam.

”Jika seseorang tidak memiliki kompetensi adaptasi stressor yang baik, maka akan terjadi maladaptif,” jelasnya. Jika demikian, kecenderungan timbulnya stres, depresi, bahkan psikozofrenia (gangguan jiwa berat), akan terjadi atau bahkan bisa bunuh diri.

Namun, menurutnya, jika memiliki kematangan kepribadian dan imunitas mental yang kuat, hal tersebut tidak akan terjadi.

Warih mengatakan, terjadinya maladaptif biasanya karena minusnya dukungan sosial, tidak adanya tempat sharing (berbagi), atau orang tua yang tidak bisa dijadikan panutan. Karena itu, dia berpendapat, untuk mencegah terjadinya bunuh diri, maka harus dimatangkan kepribadiannya dan dikuatkan ketahanan mentalnya. Hal itu bisa dilakukan dengan membentuk lingkungan yang kondusif dan mendukung, termasuk di antaranya adalah pola asuh yang baik serta keteladanan dari keluarga.

Dalam Islam sendiri, pematangan kepribadian dan penguatan mental telah terkonsep dengan baik. Seperti tarbiyatul aulad (pendidikan anak), telah banyak teori dan contoh dari Nabi Muhammad.

Dia mencontohkan, ketika anak kecil kencing dalam gendongan Nabi Muhammad, sontak sang ibu mencoba mengambilnya dengan sedikit kasar.  Saat itu Nabi mengucapkan, “Pipis bisa dihilangkan, namun luka di hati akan terus berbekas.”

Menurut Warih, konsep-konsep penanganan jiwa dalam Islam ini sesungguhnya hampir sama dengan yang digunakan WHO. “Dan konsep sehat mental itu setali tiga uang antara versi Islam dan WHO,” tambahnya. (dbs/rojul/hidayatullah)


latestnews

View Full Version