Mungkin, itu jawabnya. Bagaimana bisa? Sedangkan pemerintah saat ini hanya mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Itu artinya pendidikan (yang katanya) gratis hanya bisa dinikmati sampai bangku SMP saja. Bila ingin melanjutkan ke SMA atau SMK maka siap-siap saja dana jutaan rupiah sebagai uang pangkal dan biaya lain-lain. Belum lagi bila ingin merasakan bangku kuliah, makin mahal dan tak terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah.
Lalu, darimana pendidikan gratis ini berasal? Jatuh dari langit, jelas tak mungkin. Mengharapkan yayasan peduli pendidikan juga belum pernah ada. Paling-paling yang ada adalah yayasan yang peduli terhadap anak yatim dan fakir miskin sehingga pendidikan bisa gratis bagi kalangan yang disebut di atas saja. Definisi dan pendataan fakir miskin di Indonesia sendiri juga masih amburadul. Jadinya, banyak warga yang benar-benar miskin malah dianggap tidak miskin. Sebaliknya, yang tidak miskin suka pura-pura bersikap miskin. Tulalit kan?
Kembali ke topik tentang pendidikan gratis seumur hidup. Pendidikan gratis ini sangat mungkin diadakan apabila penyelenggara negara memang amanah dan peduli tentang betapa pentingnya pendidikan bagi warga negaranya. Lihat saja betapa kayanya Indonesia yang lautnya dipenuhi dengan mutiara dan ikan-ikan kualitas ekspor. Belum lagi hasil pertanian, hutan dan tambang. Sampai-sampai Koes Ploes menyebutnya “Bukan lautan hanya kolam susu”. Wiihh…sebuah gambaran tentang betapa kayanya Indonesia.
…Pendidikan gratis ini sangat mungkin diadakan apabila penyelenggara negara memang amanah dan peduli tentang betapa pentingnya pendidikan bagi warga negaranya…
Negara Finlandia saja yang dari banyak segi tidak sekaya Indonesia mampu menggratiskan biaya sekolah warganya, apalagi negeri yang berjuluk zamrud Katulistiwa ini. Tinggal kemauan penyelenggara negara saja plus juga bentuk negara yang menentukan apakah pendidikan gratis ini bisa ada atau tidak. Sejarah membuktikan bahwa bentuk negara yang amanah dan mengadopsi jejak langkah Rasulullah SAW dan para sahabat, menggratiskan pendidikan warga negaranya. Negara ini berbentuk negara kesatuan Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh para Khalifah.
Lalu, gaji guru darimana donk? Gaji guru berasal dari negara. Gaji ini dibayarkan dengan professional dan memenuhi standard layak kebutuhan sehari-hari. Ketika Umar bin Khatthab menjadi Khalifah, gaji guru mencapai sekitar 15 dinar atau sekitar 63,75 gram emas setiap bulan. Kurang lebih bila dikurs-kan dengan nilai emas sekitar Rp.200.000,00 hasilnya sekitar 13 juta rupiah. Padahal saat itu Umar bin Khatthab menggaji guru yang mengajar anak-anak. Kira-kira jadi berapa kali lipat ya bila guru tersebut mengajar SMP, SMA atau Perguruan Tinggi? Bahkan belum pernah ada negara barat mana pun juga yang menggaji guru pengajar anak-anak dengan bayaran setinggi itu.
Inilah istimewanya Islam apabila diterapkan dengan sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Murid dan wali murid tidak perlu susah memikirkan tagihan SPP, guru pun bisa mengajar dengan nyaman karena gaji yang lebih dari cukup. Tak akan ada fenomena guru membolos karena ternyata guru tersebut sedang nyambi ngajar di tempat lain.
Jadi sebetulnya, bisa kan pendidikan gratis itu? Karena sejarah telah berbicara, tak ada tempat untuk lari dari fakta yang ada. Masalahnya hanya, mau ataukah tidak. Dan Islam telah memberikan teladan indah bahwa semua kemudahan dan keindahan hanya ada apabila system Islam ada dan terlaksana secara kaffah (keseluruhan). Insya Allah. [RiaFariana/voa-islam.com]