View Full Version
Senin, 10 May 2010

Ubay Bin Ka'ab, Selamat Atas Ilmu Yang Kau Capai!

Pada suatu hari, Rasulullah saw menanyainya, “Hai abul Mundzir! Ayat manakah dari kitabullah yang teragung?” Allah dan Rasul-Nya lebih tahu! Jawab orang itu. Nabi saw mengulangi pertanyaannya, “Abul Mundzir, ayat manakah dari kitabullah yang teragung?” Maka ia menjawab, “Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus Mengurus (makhluk)-Nya” (qs. Al-baqarah:255).

Rasulullah saw pun menepuk dadanya dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, beliau berkata, “selamat bagimu hai Abul Mundzir, atas ilmu yang kau capai”

Abul Mundzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasul yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, tiada lain adalah Ubay bin Ka’ab, seorang sahabat yang mulia.

Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian ‘Aqabah, perang Badar, dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia di kalangan muslimin angkatan pertama, hingga amirul mukminin ‘Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya, “Ubay adalah pemimpin kaum muslimin”.

Ubay bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Begitupun dalam menghapal Al-quranul Karim, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.

Pada suatu hari, Rasulullah saw mengatakan kepadanya, “Hai, Ubay bin Ka’ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan Al-quran kepadamu.” Ubay memahami bahwa Rasulullah saw hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu, maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah saw, “wahai Rasulullah, ibu bapak ku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebutkan namaku?” Rasulullah saw menjawab, “benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi!”

Seorang muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi saw, pastilah seorang muslim yang agung, amat agung! Selama bertahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubay bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi saw, tak putus-putusnya ia meneguk dari telaganya yang dalam itu dan airnya yang manis itu dan setelah berpulangnya Rasulullah saw, Ubay bin Ka’ab menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadah, dalam keteguhan beragama, mauipun dalam keluhuran budi. Di samping itu, tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah saw. Ketika masih hidup, diperingatkanlah keteguhan iman mereka, sifat Zuhud, perangai, dan budi pekerti mereka. Diantara ucapan-ucapan yang mengagumkan yang selalu didegungkannya kepada sahabat-sahabatnya adalah “selagi kita bersama Rasulullah saw tujuan kita satu, tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam-macam, ada yang ke kiri dna ada yang ke kanan”.

Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menepati zuhud terhadap dunia hingga tak dpaat terpengaruh dan terpedaya. Ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahannya, sebagaimana juga corak hidup manusia, betapa pun ia berenang di lautan, kesenangan dan kancah kemewahan, tetapi ia pasti menemui maut dimana segalanya akan berubah menjadi debu, sedangkan di hadapan-Nya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk.

Mengenai dunia, Ubay pernah melukiskannya sebagai berikut, “sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, walaupun dikatakannya enak atau tidak tetapi yang penting menjadi apa nantinya.”

Bila Ubay berbicara di khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat. Apabila ia berbicara tentang agama Allah tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang dibalik batu.

Tatkala wilayah Islam telah meluas dan dilihatnya sebagian kaum muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat kepada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam, “celaka mereka, demi Allah! mereka celaka dan mencelakakan! Tetapi saya tidak emnyesal melihat nasib mereka, hanya saja yang saya sayangkan ialah kaum muslimin yang celaka yang disebabkan oleh mereka!”

Karena kesalehan dan ketaqwaannya, Ubay selalu menangis setiap kali teringat akan Allah dan hari akhir. Ayat-ayat Al-quranul Karim, baik yang dibaca ataupun yang didengarnya, semua menggetarkan hati dan seluruh persendiannya. Tetapi ada satu ayat diantara ayat-ayat yang mulia itu yang apabila dibaca atau didengar olehnya maka ia akan diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah : Katakanlah, “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu, atau dari bawah kakimu, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya.” (QS.Al-an’am:65)

Yang paling dicemaskan oleh Ubay terhadap umat Islam adalah datanganya suatu generasi umat yang saling bercakar-cakaran diantara sesama mereka. Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah, dan berkat Karunia serta RahmatNya, hal itu dpaat diperolehnya dan ia pun menemui Rabb nya dalam keadaan beriman, aman, tenteram, dan memperoleh pahala.

Dikutip dari : Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah.


latestnews

View Full Version