Sobat muda, pernahkah satu ketika dalam hidup kamu merasa begitu lelah? Amanah dakwah bertumpuk, tugas sekolah atau kuliah juga bejibun, belum lagi pekerjaan rumah juga harus diselesaikan. Bagi yang sudah menikah juga begitu, hidup butuh nafas segar untuk mengayuh biduk lebih terarah dan bermakna. Namun yang ada, ibadah mahdhah hanya dijalankan sebatas ritual saja, tanpa ada ruh atau kedekatan dengan-Nya. Kegiatan lainnya pun seolah sambil lewat saja, bagaikan robot kita melakukannya dengan otomatis. Saat inilah, sering kita merasa lelah, sendiri dan tak ada yang peduli.
Bila kondisi ini pernah atau sedang terjadi pada dirimu, maka rehatlah. Sejenak untuk menata diri dan langkah serta introspeksi sejauh dan seikhlas apa amal dijalankan. Rasa lelah ini muncul bukan tanpa sebab. Jangan-jangan kita menjalankan semua ini hanya karena ‘keharusan’ atau sekadar menggugurkan kewajiban. Kita berdakwah karena selalu dipantau senior dan dimintai laporan pertanggungjawaban. Kita mengerjakan tugas sekolah atau kuliah dengan setengah hati karena takut mendapat hukuman bila lalai. Pekerjaan rumah pun dilakoni dengan memberengut. Maka pantas saja bila lelah itu muncul, bukan hanya badan tapi juga hati dan pikiran.
Waspadalah bila gejala ini hadir. Bukan tak mungkin segala lelah ini nanti akan berakibat futur atau melemahnya iman serta semangat untuk beramal baik. Bila tak segera disikapi, rasa lelah ini akan berkepanjangan. Dan sungguh, merugilah orang-orang yang tak bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di dunia ini untuk kepentingan akhirat.
…Waspadalah bila gejala ini hadir. Bukan tak mungkin segala lelah ini nanti akan berakibat futur atau melemahnya iman serta semangat untuk beramal baik…
Rehat tak harus berupa rekreasi keluar kota. Rehat adalah momen untuk introspeksi dan menghisab diri. Rasulullah bersabda, “Assholatu mi’rajul mukmin” artinya shalat merupakan mi’rojnya orang mukmin. Yang dimaksud dengan mi’roj adalah naiknya jiwa, pikiran dan hati ke atas sehingga bertemu dengan Allah SWT. Inilah yang dilakukan Rasul tercinta ketika beliau lelah dan gundah. Sebuah rekreasi jiwa dan raga dalam khusyuknya shalat.
Kekhusyukan yang dicapai dalam shalat akan membekas dalam amal sosial. Bekas inilah yang menjadi kekuatan kita untuk kembali melangkah dan memberi lebih banyak jejak dalam kehidupan. Ketika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang maka sudah tentu manusia mati meninggalkan nama dan amal shalih. Dalam rangka inilah rehat perlu dilakukan agar stamina lebih fit dan semangat untuk kembali merengkuh umat di jalan dakwah.
Kualitas rehat kita akan menentukan pula kualitas langkah selepasnya. Shalat malam, membaca Al-Qur’an adalah munajat terindah ketika kita lelah, pun ketika kita bersemangat. Tak ada yang mampu menampung seluruh penat yang ada kecuali kembali pada-Nya. Ia-lah samudera luas pemberi rasa sejuk bagi jiwa. Ia pula yang mampu memulihkan seluruh penat, gelisah dan gundah dari jiwa yang resah. Maka sungguh, sungkurkanlah diri ke hadapan-Nya ketika tak ada lagi jalan untuk berpaling kecuali pada-Nya. Dan semoga rehat yang ada, bisa membuat kita jauh lebih bisa memaknai hidup dan kehidupan untuk menuju pada sesuatu yang lebih baik yaitu akhirat. Wallahu ‘alam. [riafariana/voa-islam.com]