SUDAH tradisi, Syawal menjadi musim pernikahan. Mungkin kamu adalah salah satu calon mempelai yang akan menggenapkan separuh dien itu. Namun di balik gebyar acara pernikahan, sesungguhnya ada rasa miris di hati tatkala prosesi yang ada tidak syar’i. Mulai dari akad nikah yang menyandingkan calon pengantin padahal keduanya belum sah satu sama lain, hingga acara resepsi yang campur baur atau ikhtilat dan buka aurat.
Sobat muslimah, tak mudah memang hidup di zaman ketika syariat Islam tak diterapkan secara formal. Namun jangan berkecil hati. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan terutama pada hari bahagiamu ini. Maksimalkan ikhtiar untuk mempunyai pernikahan syar’i yang insya Allah terselenggara cuma sekali seumur hidup ini. Jangan sampai memakai rumus terbalik “nikah kan cuma sekali, jadi buka aurat sesekali bolehlah.” Na’udzubillah.
Banyak sekali keluarga mempelai yang memakai dalih ini. Padahal sesuatu yang sekali seumur hidup itu jangan sampai malah membawa dosa yang pasti akan dibawa sampai mati. Ini pernikahanmu. Ini gerbang kehidupanmu yang akan kamu tapaki hingga ujung waktu kelak. Bila sesuatu yang suci tidak diawali dengan kebaikan, maka jangan berharap langkah ke depan akan barokah.
…Banyak keluarga yang berdalih “nikah kan cuma sekali, jadi buka aurat sesekali bolehlah”…
Jangan berdiam diri saja melihat ada kemungkaran di depan mata. Rasulullah mengindikasikan tingkat keimanan seseorang itu dengan amal perbuatannya. Kamu bisa merubah dengan tanganmu misalnya langsung turun tangan untuk mendesain pernikahan yang islami. Bila ini tidak mampu kamu lakukan, kamu bisa memberi masukan berupa nasihat dan kata-kata yang penuh hikmah pada anggota keluarga agar menyetujui bentuk akad nikah dan walimah yang islami. Bila ini juga tak bisa kamu lakukan, maka ingkarilah dalam hati. Dan ini adalah selemah-lemahnya iman.
Jangan sampai mengingkari dalam hati pun kamu tak mampu. Mengingkari dalam hati ini terpancar pada sikap dan ekspresi wajahmu. Karena sesungguhnya mata adalah cermin hati. Akan aneh bila ada seorang muslimah yang sering berdakwah ke mana-mana tentang tata cara pernikahan Islami tapi malah ketika gilirannya tiba, ia dengan riang gembira menyelenggarakan walimah yang melanggar hokum syara’. Mulai dari dilepasnya jilbab (baju panjang seperti jubah yang menutupi baju dalam) dan diganti dengan jarit dan kebaya, hingga para tamu yang campur baur dan tidak tersedianya kursi untuk duduk pada saat makan.
Disinilah dibutuhkan selarasnya kata dan perbuatan. Jangan hanya pandai berbicara tapi tak bisa mengamalkan. Sungguh besar kemurkaan Allah apabila ini yang terjadi.
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan? Amat besar kemurkaan Allah bila kalian hanya berkata apa-apa yang kalian tidak perbuat” (Ash-Shaff -3).
…Upayakan secara maksimal untuk menyelamatkan walimah nikah sesuai syariah…
Memang seharusnya, jauh hari sebelum hari H, kamu sudah bergerak untuk memahamkan keluarga. Lobi sana-sini dan daya tawar kamu dipertaruhkan untuk menyelenggarakan sebuah pernikahan yang islami agar barokah. Tapi bila nasi sudah menjadi bubur alias sudah terlanjur hari H di depan mata dan keluarga menolak mentah-mentah keinginanmu, banyak istigfar saja. Tapi terus upayakan mencari celah untuk melunakkan hati mereka. Kamu bisa mencoba meminta bantuan salah seorang teman bila upayamu sendiri sudah mentok. Siapa tahu bila orang lain yang menyampaikan keluargamu mau dengar, iya kan? Selebihnya serahkan pada Allah. Yang penting kamu sudah berupaya maksimal untuk menyelamatkan walimah nikah sesuai syariah. [ria fariana/voa-islam.com]