View Full Version
Senin, 15 Nov 2010

Berkorbanlah Jika Kamu Tak Ingin Menjadi Korban

By. Sumedi

Hari ini, jamaah haji wuquf di Arofah. Digambarkan sebagai miniatur padang mahsyar wuquf di arofah menjadi  ritual paling mengharukan di antara sekian rukun haji. Jika hari ini wuquf, artinya besok, tanggal 10 Dzulhijjah, yang artinya juga saat bagi umat Islam beridul Adha.

Setiap kali merayakan Idul Adha, mau tidak mau ingatan kita akan terbawa jauh ke peristiwa bersejarah antara dua lelaki besar dan seorang wanita hebat. Ibrahim AS, Ismail AS dan ibunda Hajar RA. Tiga tokoh monumental yang namanya tertambat di lubuk segenap kaum muslimin dengan binar-binar cinta yang tak pernah sirna.

Ibrahim AS, seorang ayah yang penuh kasih baru saja kembali dari pengembaraan panjang membawa berjuta rasa rindu menjumpai istri dan anak yang amat dicintainya. Bertahun-tahun sudah ia memendam keinginan untuk sekedar memeluk sang buah hati melepaskan beban kerinduan yang nyaris tak tertahan demi memenuhi titah Tuhan. Sampai akhirnya, saat-saat yang dinanti itu pun menjelma. Ibrahim pulang, menatap senyum bahagia di wajah istri dan buah hati belahan jiwa.

Namun, baru saja Ibrahim menikmati saat-saat yang dinanti dan rasa rindu pun belum jua terobati, Allah memberi perintah yang sangat menyayat hati agar ia menyembelih putra semata wayangnya, Ismail. Betapa hancur hati Ibrahim ketika itu. Anak yang kelahirannya dinanti selama berpuluh tahun, sesaat setelah lahir ditinggalkan bersama ibunya seorang di padang tandus tak berpenghuni selama bertahun-tahun, dan kini setelah baru beberapa saat bersama ia harus menyembelih dengan tangannya sendiri…

Tapi, Ibrahim AS sebagaimana Ismail AS, bukanlah lelaki cengeng yang mudah terombang-ambing oleh perasaannya. Ia menyadari, bahwa apa pun yang datang dari Allah adalah kebaikan yang tidak ada satu pun kebaikan kecuali dari-Nya. Segera ia mendatangi Ismail AS  dan berkata: “Wahai putraku, sesungguhnya aku melihat di dalam mimpiku bahwasanya aku menyembelihmu. Maka katakanlah, apa pendapatmu…?”

Ismail AS mengetahui bila Ayahnya yang seorang nabi bermimpi apalagi sampai tiga kali, maka itu berarti wahyu dari Allah. Dan jika wahyu Allah yang datang, maka tak seorang pun yang pantas berpaling darinya. Ia tak mau bermaksiat kepada Tuhannya dan tak mau menjadi sebab kedurhakaan bagi ayahnya. Karenanya dengan penuh kesantunan Ismail pun menjawab: “Wahai ayah, lakukanlah apa yang menjadi perintah Tuhan-Mu. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.” Seolah Ismail berkata; “wahai ayah, jika pengorbanan ini demi kemuliaanmu, kemuliaan keluarga kita, dan kemuliaan seluruh umat manusia maka aku rela menanggungnya.”

….Wahai sahabat muda, teladani ketiga tokoh besar di atas dalam berkorban dengan segala kemampuan. Karena, jika tidak berkorban anda hanya akan menjadi korban….

Duhai, alangkah indah ungkapan Ismail. Dan alangkah butuhnya umat saat ini dengan pemuda-pemudi seumpama Ismail. Betapa tidak, saat kaum muslimin di berbagai belahan bumi dijajah dan ternistakan, sebagian pemuda-pemudi Islam justru terlena dengan glamournya kehidupan. Tidak tersisa sedikitpun rasa cemburu akan terhinanya saudara-saudara mereka.

Sampai kapan pemuda-pemudi itu asik dalam keterlenaan. Apakah sampai mereka merasakan sendiri pedihnya terjajah (secara fisik) dan terhinakan? Sampai ayah-ayah mereka bersimbah darah tercabik rentetan timah-timah panas? Sampai ibu dan saudara perempuan mereka dirampas dan diinjak kehormatannya? Dan mereka tak lagi dapat berbuat karena telah dibui penguasa durjana?

Tidak wahai sahabat muda. Jangan menunggu sampai semua itu benar-benar mendatangi negerimu. Telah cukup peringatan Allah dan Nabimu atas semua itu. Mulailah saat ini. Teladani ketiga tokoh besar di atas dalam berqurban (mendekatkan diri kepada Allah) dan berkorban dengan segala kemampuan. Karena, jika tidak berkorban anda hanya akan menjadi korban. [voa-islam.com]


latestnews

View Full Version