By: Athifa Rahmi
Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI
Valentine’s day bukanlah hal yang asing lagi di telinga kita, apalagi saat ini adalah bulan Februari, bulan dimana valentine’s day dirayakan, frekuensi kita mendengar atau pun membaca kata-kata itu semakin meningkat. Valentine’s day atau biasa juga disebut V Day oleh kalangan muda saat ini, sudah menjangkiti hampir seluruh kaula muda kita. V day bagi mereka seakan-akan telah menjadi sebuah acara ceremonial yang wajib dilaksanakan tiap tahun bersama pasangan, tak penting status pasangan itu legal atau pun illegal-nya.
Bagi sebagian besar kalangan muda, tak lengkap jika pada tanggal 14 Februari tak pergi jalan dengan pasangannya. Berbagai rangkaian kegiatan menghiasi V Day, mulai dari saling bertukar kado, memberikan coklat, memberikan bungan mawar merah, sekedar jalan keluar, makan di restoran atau pun di emperan jalan. Bahkan tak jarang V Day diwarnai dengan kegiatan-kegiatan yang menjijikkan, seperti: ciuman, pelukan, atau bahkan freesex.
Valentine’s day merupakan perayaan yang dilakukan oleh umat kristiani guna memperingati kematian salah seorang pendeta mereka, St. Valentine. Di salah satu sumber menyatakan bahwa Valentine dijatuhi hukuman mati oleh raja Claudius karena telah melanggar perintah raja. Claudius telah melarang para pemuda dan prajurit di wilayahnya untuk menikah karena menurutnya ikatan pernikahan hanya akan mengendurkan semangat prajurit dalam berperang. Mereka enggan untuk berperang karena keterikatan mereka kepada keluarga mereka, akhirnya keputusan yang sama sekali tidak adil ini dilontarkan oleh Claudius. Valentine selaku pendeta yang mana tugasnya adalah menikahkan sepasang anak manusia menentang keputusan ini. Dia secara diam-diam tetap menikahkan pasangan yang mendatanginya. Lama-kelamaan, tindakan Valentine diketahui oleh Claudius, hingga akhirnya dia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Guna mengenang jasa Valentine dalam menyatukan kasih sayang antar dua insan manusia, maka ditetapkanlah tanggal 14 Februari, hari kematiannya, sebagai hari kasih sayang atau biasa juga disebut Valentine’s day. Dulunya, perayaan Valentine’s day berupa pemberian kado, coklat, ataupun saling berkirim surat sebagai pengungkapan rasa kasih sayang kepada orang-orang yang disayangi, namun pada saat ini perayaannya lebih cenderung kepada sesuatu yang berbau seks.
Seperti yang dipaparkan di atas bahwa perayaan Valentine’s day bukan berasal dari ajaran Islam, melainkan berasal dari budaya umat non-Islam. Maka, sudah barang tentu haram hukumnya untuk kita ikut merayakannya atau hanya sekedar memberikan selamat. Karena apabila kita memberikan ucapan selamat, itu berarti kita telah mengakui kebenaran agama mereka, sedangkan agama yang benar di sisi Allah SWT hanyalah Islam. Sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” (Q.S. Ali-Imran:19)
Adapun ikut merayakannya maka itu lebih tidak boleh lagi. Apabila kita ikut merayakannya maka kita akan termasuk ke dalam golongan mereka, sebagaimana rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
Di redaksi lainnya, rasulullah SAW bersabda:
“Tidak termasuk golonganku orang-orang yang menyerupai selain golongan umatku (umat Islam).”(HR. Tirmidzi dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya).
Apabila kita sudah termasuk golongan mereka, berarti tempat kita di akhirat nanti akan sama juga dengan mereka, yaitu neraka. Lalu pertanyaannya, apakah kita mau menemani mereka di neraka kelak hanya karena kita ikut-ikutan merayakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya? Semua itu tergantung pilihan pembaca, karena hidupmu adalah pilihanmu.
Perayaan Valentine’s day yang bukan berasal dari Islam tentu menimbulkan banyak mudharat kepada kaum muslimin, terutama kepada kaula muda. Apalagi Valentine’s day begitu sarat dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Tak jarang para remaja putri yang merelakan keperawanannya demi sang kekasih pada saat Valentine’s day. Alasan yang sering dikemukakan tak lain adalah untuk menunjukkan kasih-sayangnya kepada sang kekasih. Sungguh, sebuah alasan yang tidak mendasar dan tidak masuk akal sama sekali. Bagaimana mungkin, rasa sayang diwujudkan dengan memberikan sebuah harta yang paling berharga kepada seseorang yang bukan mahromnya. Sungguh aneh, sebuah perbuatan dosa besar di mata agama dianggap sebuah bukti kasih sayang? Yang ada, itu adalah bukti ketidakterikatannya dengan hukum syara’.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, masyarakat bukannya menentang perayaan dan kegiatan-kegiatan yang terkandung di dalamnya, tapi malah ikut memberikan support. Buktinya, pada saat Valentine’s day makin banyak pihak yang menjual barang-barang yang berbau Valentine’s day, seperti coklat dan bunga mawar. Minimarket-minimarket semakin gencar melakukan promosi coklat. Promosi ini tidak hanya sekedar promosi biasa, namun ini adalah promosi yang menjerumuskan si pembeli untuk berbuat maksiat. Bagaimana tidak, promosi coklat ini berupa pemberian kondom secara gratis apabila membeli beberapa coklat. Tentu ini akan menjerumuskan pemuda kita ke aktivitas freesex.
Apabila kaum muda telah terjerumus pada hal-hal yang semacam ini, maka tunggulah kehancuran bangsa ini. Pemuda yang menjadi generasi penerus bangsa tidak lagi tangguh, tak lagi bertanggung jawab, bukan lagi generasi yang berkualitas, melainkan mereka sudah menjadi generasi yang rusak yang sudah tidak dapat diandalkan lagi.
Ketika kita bebicara mengenai pandangan menurut Islam, maka kita akan berbicara tentang hukum-hukum syara’ karena hukum syara’ adalah essensi dari Islam itu sendiri.
Dalam menangani hal ini, Islam mempunyai solusi tesendiri yang dijamin akan membuahkan hasil. Generasi muda Islam dari sejak dini dididik supaya berkepribadian Islami, dimana berpola pikir dan pola sikap Islam, sehingga ketika ada suatu budaya asing yang bertentangan dengan akidah mereka, mereka mampu mengatasinya.
Namun kenyataannya, generasi muslim saat ini tidak lagi berpola pikir dan pola sikap Islam. Semua itu karena pendidikan yang dienyam oleh generasi saat ini adalah pendidian sekuler yang sama sekali tidak akan pernah membentuk sebuah kepribadian Islam pada diri mereka. Pendidikan sekuler ini hanya akan menjauhkan mereka dari Islam itu sendiri, sehingga yang terbentuk adalah generasi yang berkepribadian sekuler pula. Seseorang yang berkepribadian sekuler akan cenderung bersikap bebas karena pada dirinya tak ada lagi rasa untuk terikat dengan hukum syara’.
Pemasalahan ini bukan hanya terletak pada satu komponen pendidikan saja, melainkan permasalahan ini adalah permasalahan sistemik. Dimana, generasi muda yang rusak karena tidak berkepribadian Islam sebagai output dari sistem penddidian sekuler. Wajah sistem pendidikan tidak terlepas dari bentuk kurikulum yang yang dihasilkan oleh suatu negara. Jadi, untuk menjadikan generasi muda ini tetap baik (Islami) diperlukan sistem pendidikan yang Islami pula, sistem pendidikan yang Islami tidak akan pernah terbentuk dalam sistem pemerintahan yang sekuler, melainkan hanya akan terbentuk dalam sistem pemerintahan Islam juga. Sebuah sistem pemerintahan yang menjaga generasinya dari budaya asing yang menjerumuskan dan memastikan generasinya adalah generasi yang berkualitas, yaitu khilafah Islamiyyah. [voa-islam.com]