Siapa tak kenal Uci, gadis imut yang selalu tampil dengan keluaran terbaru. Di sekolahnya, Uci adalah trendsetter untuk melihat mode terbaru, baik fesyen, gadget, maupun kendaraan terbaru. Seragam sekolah memang selalu dikenakannya setiap hari. Namun, kesibukannya sebagai seorang sosialita sekolah, membuatnya seringkali bolak-balik ke sekolah di hari libur, sehingga teman-temannya dapat melihat tampilan Uci “dibalik seragamnya.”
Gadget terbaru selalu ada di genggamannya. Sampai-sampai guru-guru di sekolah pun kalah aksi jika sudah mengeluarkan smartphone atau notebook. Pasti kalah update bila dibandingkan dengan pegangan Uci. Belum lagi motor yang menemani Uci tiba di sekolah. Tak terhitung berapa kali Uci ganti motor dalam setahun. Motor?? Iyalah, Jakarta macet gitu loh! “Bawa mobil kapan nyampe’nya!,” begitulah jawab Uci, bila ditanya kenapa tak mengendarai mobil saja.
Soal fesyen nggak kalah seru. Uci selalu modis dengan mode pakaian hingga aksesoris terbaru. Tak tanggung-tanggung, untuk satu model tas saja, Uci bisa mengoleksi beberapa buah dengan warna berbeda. Supaya mudah dipadu-padankan dengan busana, begitu alasannya. Uci yang dikenal dengan Miss Girly memang gemar mengoleksi baju-baju dengan model yang feminin dan manis dipandang. Dengan hobinya me-mix and match baju, jadilah dia juga dikenal dengan sebutan Miss Matching. Bila sudah berada di mall, segala benda yang dianggapnya perlu untuk menunjang penampilan pasti akan menjadi sasarannya. Serunya berburu berbagai produk fesyen keluaran terbaru bahkan tak jarang membuatnya melompati waktu shalat. Pokoknya, shop ‘till you drop!
Ternyata penyakit gila belanja atau shopaholic tak hanya diidap oleh Uci. Mamanya, kakak perempuan hingga kakak laki-lakinya pun punya penyakit yang sama. Sehingga, bila sekeluarga pulang dari mall, bagasi mobil tidak akan cukup untuk menampung hasil “perburuan” mereka hari itu. Merek yang menempel di barang-barang yang mereka beli pun bukan merek pasaran. Consumer class, itulah gaya hidup mereka.
Shopaholic Pembawa Petaka!
Namun, beberapa pekan ini Uci tak terlihat muncul di sekolah. Seisi sekolah mulai bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan sosialita sekolah tersebut. Gosip-gosip mulai bertebaran. Yang paling santer, memberitakan bahwa Miss Girly tersebut sudah pindah sekolah di daerah lain akibat tak kuat menanggung malu. Kasus korupsi yang melibatkan Papa Uci sudah santer diberitakan di mana-mana. Wajah Papa-nya Uci menghiasi layar televisi dan koran-koran. Tragis, namun, itulah akhir kisah Uci di sekolahnya.
Waktu berlalu, Sarah, teman sekelas Uci sewaktu duduk di bangku kelas 3 SMU, bertemu Uci di sebuah kota besar di bagian timur Pulau Jawa. Sarah berhasil lolos SPMB dan berkuliah di universitas di kota tersebut. Uci, memang sudah tak seglamour dahulu. Penampilannya memang masih matching tetapi merek tas yang menggantung di bahunya, sudah tak lagi semahal yang dulu.
Uci bercerita bahwa kasus yang menjerat papanya, tak lain adalah buah dari betapa shopaholic-nya ia dan keluarganya. Papanya memang seorang kepala bagian di sebuah departemen pemerintah. Gaji seorang pegawai negeri tentu tidaklah cukup untuk membiayai gaya hidup mewah mereka. Namun, demi membahagiakan anak-istrinya juga menaikkan gengsi keluarga, sang ayah pun rela melakukan tindakan keji tersebut.
Sarah pun tercenung. Betapa gaya hidup bermewah-mewahan memang tak akan pernah membuat pelakunya sampai pada titik kepuasan. Bahkan, semakin banyak yang berhasil diperoleh akan semakin membuat seseorang merasa kurang. Ibarat meminum air laut, begitulah kira-kira rasa yang akan dituai orang yang berkejaran dengan gaya hidup mewah.
Allah SWT bahkan bertitah dengan keras agar kita waspada pada bahaya cinta kemewahan dan kemegahan ini, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (Qs At-Takatsur 1-3).
Ya, kini Uci dan keluarganya sudah tahu akibat perbuatan mereka mengejar kemewahan dan bermegah-megahan. Sebuah pelajaran yang tak hanya Allah berikan pada Uci dan keluarganya. Namun, sungguh merupakan pelajaran yang patut dipahami dan diambil hikmahnya sebagai petunjuk dalam kehidupan, bagi semua orang. [Prima Arina/voa-islam.com]