Bulan februari kembali menyapa. Tak sedikit dari kawula muda terlena dengan bulan ‘cinta’ katanya. Hal ini di karenakan adanya suatu perayaan kasih sayang yang dikenal sebagai hari Valentine, yang tepatnya jatuh pada tanggal 14 Februari. Pertanyaannya, bolehkah kita, selaku umat Islam ikut merayakan hari tersebut?
Sebelumnya, kita harus mengetahui sejarah hari valentine, karena sesungguhnya merupakan hal yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita mendengar bahkan sebagian kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri.Padahal, Allah sudah menegaskan dalam firmannya sebagai berikut bahwa:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“ Dan janganlah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya.” (Q.S Al-Isra : 36)
Berdasarkan salah satu versi,pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya dengan penguasa Romawi pada waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.
Masih banyak lagi versi lainnya, yang pada intinya, semuanya mengidentifikasikan bukan berasal dari Islam.Di tambah, hal ini terlihat sebagai usaha merusak 'akidah' muslim dan muslimah secara soft sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan, perjodohan dan kasih sayang.
Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martir' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari arti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Orang mengenal Valentine lewat (melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu. Sehingga mereka terjerumus ke dalam perayaan dan ritual yang bernilai kufur dan syirik.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda yang menerangkan tentang bahaya ikut-ikutan kepada budaya kafir,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban)
Di sisi lain, kita sebagai umat Islam yang sudah sejak awal bersyahadat, tahu bahwa itu berkonsekuensi harus menjalankan segala sya’riatnya baik itu di Al-Qur’an maupun as-Sunnah. Apalagi jika terdapat di kedua-keduanya.
Dan jikalaupun kita ingin mengungkapkan rasa kasih sayang, apakah sudahkepada orang-orang di sekitar kita yang sering mendukung bahkan berkorban untuk kita?
Apakah cukup hanya pada tanggal 14 febuari saja menjadi pernyataan rasa kasih sayang? Betapa, sedih dan piciknya kita yang hanya meluangkan waktu pada satu hari ini saja. Apakah hari lainnya tak diberikan rasa kasih sayang kita kepada orang-orang di sekitar kita? JADI, KATAKAN TIDAK, PADA VALENTINE.Wallahu’alam bis shawab.
penulis : Yulda Salman (Mahasiswi UPI, Pend.Tekhnik Elektro)
[Editor: PurWD/voa-islam.com]