View Full Version
Sabtu, 12 Apr 2014

Golput = Memilih untuk Tidak Memilih

Sahabat Muda Voa-islam,

Golput lagi naik daun (emangnya ulat?). Setelah ada fatwa MUI yang menyatakan golput haram, banyak reaksi bermunculan. Bukannya takut, beberapa pihak menganggap fatwa ini terlalu berlebihan. Bahkan banyak bermunculan dukungan terhadap golput di beberapa jejaring sosial.

Golput atau golongan putih adalah satu sikap politik yaitu memilih untuk tidak memilih. Ketika di depanmu disajikan air comberan dan air (maaf) kencing untuk diminum, manakah yang akan dipilih? Ketika kita tidak memilih satu pun pilihan air di atas, bukan berarti kita apatis atau pesimis. Sebaliknya, kita optimis bahwa ada air lain yang memang pantas dan layak minum. Tak mengapa kita puasa minum sementara sambil mengupayakan air lain yang lebih halalan thoyiban.

Bijaklah menggunakan hak suara. Golputers dalam hal ini secara bijak menggunakan hak suaranya untuk tidak bersuara ketika yang ada adalah pilihan yang sama-sama tidak baik atau meragukan. Tidak perlu saling mengolok. Diskusi boleh tapi tidak untuk saling menghina. Ketika golputers tidak mengusik mereka yang menggunakan hak suaranya untuk datang dan mencoblos di TPS (Tempat Pemungutan Suara), mengapa pula mereka menghina warga negara memilih untuk tidak memilih?

Menjadi warga negara yang baik tidak selalu harus datang ke TPS kok. Kamu yakin mereka yang datang ke TPS itu orang baik-baik? Mereka yang rajin korupsi, makan uang rakyat, memperjualbelikan keadilan, yang rajin menyuap dan disuap untuk menjadi PNS, dan lain-lain kejahatan yang diperbuat, mereka semua datang ke TPS. Apakah itu mengubah status mereka menjadi warga negara yang baik karena sekadar datang ke TPS? Sempit sekali bila itu tolok ukurnya.

Meskipun tidak datang ke TPS, golputers itu membayar pajak meskipun terpaksa. Bagaimana tidak terpaksa bila uang jaga ujian yang sebesar sepuluh ribu rupiah pun harus terkena pajak sebesar 5%. Makan di gerai cepat saji juga mau tak mau dikenakan pajak sebesar 10-15% dari harga yang tertera. Apa masih kurang baik warga negara yang setia membayar pajak seperti ini?

Tak ada alasan golputers dilarang protes terhadap kebijakan pemerintah hanya karena dia tidak ikut memilih dalam bilik TPS. Bukankah karena tahu bahwa sistem pemerintahan yang ada saat ini membuka peluang besar terhadap kebijakan yang sangat tidak pro rakyat, menjadikan banyak orang memilih untuk golput? Ingat, sistemnya loh ya yang dikritisi dalam hal ini.

Boleh jadi pribadi manusianya baik, mereka yang berusaha untuk duduk di kursi senayan dengan alasan mengubah sistem. Tapi apakah mungkin satu sistem diciptakan untuk merusak dirinya sendiri? Hal apapun yang berusaha masuk ke sistem tersebut ya harus mengikuti aturan main yang diciptakan sistem tersebut. Ibarat air sungai yang keruh, hitam dan bau, maka siapa pun yang masuk ke dalam sungai tersebut, maka otomatis dia akan terwarnai. Sebersih apapun bentuknya ketika datang, jangan berharap bisa bersih saat pulang.

Masih banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai wujud peduli kita terhadap negeri ini. Salah satunya ya itu tadi, tidak memilih orang-orang atau partai atau kepala negara yang memang tidak patut untuk dipilih. Tapi ingat keputusan golput kamu jangan sekadar ikut-ikutan saja. Kamu kudu paham benar mengapa harus tidak memilih. Apalagi bila kamu seorang muslim, harus ada alasan syar’i yang melandasi keputusan seseorang dalam berbuat.

Begitu juga bagi kamu yang memutuskan tidak golput. Kami menghargai kok sikap kalian itu. Bila kami tidak melarang kalian mencoblos, mengapa pula kalian sewot ketika kami tidak memilih? Masing-masing kita nanti akan ada perhitungan dan tanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukan, baik si golput atau tidak.

Wallahu alam. (riafariana)         


latestnews

View Full Version