Seorang teman, sedikti banyak, akan memiliki pengaruh pada diri seseorang. Baik dari sisi mental maupun spiritual. Tak jarang, seorang pengecut menjadi preman karena terpengaruh oleh kawan dekatnya yang begundal. Sebaliknya, teman shalih akan memberikan pengaruh kepada siapa yang berkawan dengannya.
Seorang muslim pasti menginginkan teman yang baik. Yaitu teman yang dapat melengkapi dan mensupportnya dalam menyempurnakan suatu tujuan. Namun untuk menentukan ciri teman yang baik sangatlah relatif, apalagi teman yang terbaik. Kerena terkadang seseorang sudah dianggap sebagai teman yang baik, sudah diberikan kepercayaan penuh, ternyata ujung-ujungnya malah berkhianat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikanketerangan golongan-golongan yang haru didamba menjadi teman dekat di akhirat,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
"Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “Suatu ketika seorang anshar datang kepada Rasulullah dalam keadaan sedih, maka Rasulullah menanyakan perihalnya, ”Hai fulan, apa yang membuatmu sedih?”. Lalu dia menjawab, ”Ada sesuatu yang saya pikirkan ya Nabiyullah”. “Apa itu?”, tanya Rasulullah.
Kemudian dia menjawab, ”Bahwasanya (pada hari ini) kami bisa menemuimu, bertatap wajah dan duduk bermajelis denganmu. Sedangkan esok (hari qiamat) kedudukanmu lebih tinggi bersama para Nabi yang kami tidak bisa mencapainya.” Maka Rassulullah tidak memberikan jawaban apa-apa sehingga malaikat Jibril datang dengan membawa ayat ini.”
Syarat untuk mendapatkan sebaik-baik teman hanyalah dua, sebagaimana yang tertera pada awal ayat, yaitu taat kepada Allah dan taat kepada RasulNya. Abdurrahman As-Sa’di mengatakan, “Bagi siapa saja yang taat kepada Allah, maka akan dipertemukan dengan mereka.” (Taisir Karimur Rahman, hal. 166)
Jika kita pada hari ini tidak dapat bersama mereka di dunia, maka cintailah mereka. Dalam artian mengikuti jejak-jejaknya. Kerena dengan mencintai akan dikumpulkan bersama mereka di yaumil qiyamah.
Suatu ketika seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan bertanya keheranan, “Dapatkah seseorang mencintai suatu kaum sedangkan dia belum pernah bersama mereka?” Rasulullah menjawab, “Seseorang itu akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya pada hari qiamat.” (HR. Tirmizdi no. 3629 )
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: ada seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapankah kiamat itu?” beliau menjawab, “Apa yang sudah engkau siapakan untuknya?” ia menjawab, “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau bersama dengan siapa yang engkau cintai.”
Anas bin Malik berkata: "Kami tidak pernah merasa gembira seperti kegembiraan kami dengan ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak).”
Kemudian Anas melanjutkan: “Sungguh saya mencintai Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, Abu Bakar dan Umar dan berharap agar saya bisa bersama mereka (di akhirat kelak) disebabkan cintaku terhadap mereka, walaupun saya tidak beramal seperti amalan mareka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak lagi hidup bersama kita saat ini, namun kita masih bisa mencintai mereka dengan bukti aplikatif, yaitu mengikuti langkah-langkah mereka serta bisa selalu bersama dan mencintai orang-orang shalih, shiddiqin, dan para mujahidin yang sedang meraih gelar syuhada yang hidup sezaman dengan kita. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]