Live ‘Not Only’ For Now
Live for now merupakan slogan iklan dari salah satu minuman berkarbonasi. Di situ digambarkan banyak anak muda sedang bergembira dengan segala aktivitasnya seolah hidup hanya intuk hari itu dan saat itu. Pesan iklan ini berusaha mengajak anak muda yang menonton untuk ikut gaya hidup mereka yang sedang tampil di iklan tersebut. Tak usah memikirkan masa depan atau gelisah terhadap masa lalu, yang penting hidup untuk dinikmati saat ini.
Sahabat muda muslim, iklan adalah penyampai pesan yang efektif bahkan tanpa kita sadari. Pesan ini cukup berbahaya apabila diterima apa adanya tanpa ada saringan untuk memfilter pesan tersebut. Bayangkan saja bila anak muda mengikuti pesan tersebut dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka akan menjadi sosok yang memandang hidup ini hanya untuk ‘having fun’ tanpa perlu berpikir tentang masa depan. Apa yang membuatnya senang hari ini ya itu saja yang dijalani. Mereka enggan untuk berpikir serius tentang kehidupan ataupun cita-cita masa depan.
Masa muda memang datang sekali. Tapi itu bukan alasan untuk menggunakannya sesuka hati. Tak ada yang namanya ‘live for now’ saja. Yang ada hidup hari ini merupakan penentu kualitas hidup kita di masa depan. Ketika masa muda digunakan untuk foya-foya, jangan menyesal ketika tua tak mendapat prestasi apa-apa. Ini masa di dunia. Bagaimana dengan masa setelah dunia berakhir alias akhirat?
Kehidupan seorang muslim tentu tak sama dengan kehidupan yang bukan muslim. Setiap jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dilakukannya. Saat seorang anak Adam telah mencapai usia baligh (laki-laki ditandai dengan mimpi basah dan perempuan dengan menstruasi) maka saat itu juga buku amal telah dibuka. Dicatat semua amal tak peduli baik atau buruk bahkan bilapun besarnya sebiji sawi. Jadi, tak ada yang namanya slogan tak mendidik ‘live for now’ karena nyatanya ada ‘live after now’.
Ada kehidupan esok hari yang menanti kita. Ada kehidupan setelah kematian, dan ada dunia lain setelah dunia yang kita diami saat ini. Dan keadaan dunia yang akan datang itu sangat tergantung bagaimana kita menghidupkan dunia saat ini. Amal baik dan amal buruk akan memunyai akhir dunia yang tak sama. Itulah sebabnya diciptakan surga neraka sebagai balasan bagi tiap jiwa bagaimana ia menghabiskan hidupnya di dunia.
Ada kehidupan esok hari yang menanti kita. Ada kehidupan setelah kematian, dan ada dunia lain setelah dunia yang kita diami saat ini. Dan keadaan dunia yang akan datang itu sangat tergantung bagaimana kita menghidupkan dunia saat ini.
Bila hidup hanya untuk saat ini, tentu tak ada yang namanya sejarah. Peristiwa di masa lalu dijadikan pelajaran untuk diambil hikmahnya. Jadi tetap sesekali perlu untuk menengok ke belakang, sekadar tidak mengulang kesalahan yang sama. Selebihnya terus melangkah ke depan dan fokus terhadap apa yang tersaji di masa yang akan datang.
Memang sih, apa yang sedang terjadi saat ini harus dinikmati. Maksudnya di sini bukan untuk disesali karena kesalahan di masa lalu. Atau dikhawatirkan untuk masa depan yang memang belum tentu terjadi. Masalahnya cara menikmati di sini yang terjadi perbedaan persepsi bagaimana cara menghidupkannya. Bagi seseorang yang memahami bahwa kehidupan ini hanya fana, maka ia akan menjadi orang yang bijak untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan yang abadi. Kalau kata orang Jawa, hidup ini mung mampir ngombe atau cuma sekadar mampir minum. Yang namanya mampir minum jelas tak akan pernah bisa berlama-lama. Maka merugilah mereka yang lalai dalam prosesnya menikmati minuman tadi padahal sejatinya cuma sekedipan mata atau sebentar saja.
Live for now sama sekali tak sejalan dengan pesan Rasulullah tercinta bahwa kita harus waspada akan 5 masa sebelum datangnya 5 masa setelahnya. Salah satunya adalah masa mudamu sebelum masa tuamu.Dari sini saja sudah jelas terlihat, Islam mengajarkan untuk memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Masa muda harus digunakan sebaik-baiknya agar tak menyesal di hari tua. Hidup foya-foya dan ‘having fun’ jelas tidak termasuk di antaranya.
Memang sih, kita juga dianjurkan untuk mengupayakan dunia seolah-olah akan hidup selamanya. Tapi jangan lupa bahwa ada kelanjutan dari pesan tersebut. Berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari. Di sini, intinya adalah keseimbangan. Tak ada larangan untuk mengejar dunia selama dunia itu dimanfaatkan untuk meraih akhirat.
Jadi ternyata, live for now itu tak ada tempat dalam kamus seorang muslim. Karena dalam banyak segi, kehidupan seorang muslim itu jelas tidak untuk hari ini saja. Ada ‘sesuatu’ yang lebih besar dan berharga untuk dikejar daripada hanya ‘having fun’ untuk sesaat. Dan semoga, kamu semua termasuk ke dalam muslim yang tidak terkecoh iklan tidak mendidik ini. Punyai prinsip bahwa ‘live not only for now’. Akan ada kehidupan setelah hari ini dan ada kehidupan setelah kematian. Itu akan menjadi rem bagi diri ketika keimanan sudah menancap dalam dalam hati. Insya Allah. (riafariana/voa-islam.com)