Sahabat Voa-Islam,
Bipolar adalah salah satu dari gangguan jiwa yang akhir-akhir ini sedang naik daun. Terlebih ketika selebritis Indonesia yaitu Marshanda dan luar negeri yaitu Robbin Williams ditengarai mempunyai gejala ini. Bedanya Marshanda mengakui secara blak-blakan meskipun kemudian disangkalnya sedangkan Robbin Williams menyangkalnya bahkan hingga ujung usia dengan cara membunuh dirinya sendiri.
Secara sederhana bipolar itu adalah kondisi perasaan atau mood yang naik turun dengan sangat ekstrem. Di satu saat merasa sangat bahagia dan bersemangat dan di saat berikutnya didera rasa sedih atau depresi yang sangat. Depresi ini bila tidak segera diatasi bisa mengakibatkan orang memutuskan untuk bunuh diri. Dan inilah yang menimpa artis kawakan Hollywood Robbin Williams.
Banyak fans terkejut mendengar berita ini. Untuk beberapa saat lamanya media sosial penuh berisi ungkapan rasa tak percaya dan duka cita yang sangat dari para fans yang menggemari aktingnya di film-film yang dibintanginya. Jangankan fans, bahkan keluarga termasuk istrinya juga shock dan merasa tidak percaya dengan keputusan yang diambil sang suami. Rumah tangga mereka cenderung stabil dan sepertinya bahagia bila dibandingkan dengan artis Hollywood lain yang kawin cerai. Anak-anak juga terlihat tak ada masalah. Karir cemerlang, apa yang kurang? Mungkin itu yang banyak muncul dalam benak kita.
Sahabat Voa-Islam, orang Jawa punya istilah ‘sawang sinawang’ yang artinya kurang lebih saling melihat
Sahabat Voa-Islam, orang Jawa punya istilah ‘sawang sinawang’ yang artinya kurang lebih saling melihat. Maksudnya adalah manusia itu hanya bisa menilai manusia lain dari penampakan luarnya semata. Sementara dalam batin seseorang apakah ia bahagia atau tidak dengan hidupnya, tak ada yang tahu kecuali yang bersangkutan sendiri dan tentunya Allah.
Mengenai Allah, ini berkaitan dengan keyakinan atau keimanan. Robbin Williams yang bukan muslim, tentu ia tak mengenal Allah. Mungkin ia bertuhan tapi tuhan versinya sendiri yang memang banyak ditemui di kehidupan orang barat yang miskin spiritualitas. Marshanda, ia muslim tapi tentang keimanan atau keyakinannya terhadap Allah, ia sendiri yang tahu. Manusia lain hanya bisa melihat ‘penampakan’ atau yang biasa nampak pada dirinya. Ia yang semula berhijab tiba-tiba melepaskannya. Topik kali ini saya tak hendak membahas hal ini. Insya Allah bisa kita bahas di kesempatan lain.
Kali ini saya hanya ingin membahas tentang kemungkinan bipolar ada pada diri kita. Naudzubillah. Ya...siapa pun tentu tak ingin memiliki gangguan psikologi dalam bentuk apapun. Membaca testimoni beberapa yang dinyatakan mengidap gangguan ini, sungguh saya menjadi bersyukur karena tidak berada pada kondisi tersebut. Dan mereka meminta agar kita yang merasa bebas dari gangguan bipolar lantas tidak sombong dan merendahkan yang sedang atau pernah terkena. Ya ...di sini kita belajar empati dan simpati.
Bipolar yang bermain di ranah emosi yaitu senang dan sedih dalam skala ekstrim mengingatkan saya akan ajaran Islam yang agung. Jauh sebelum gangguan bipolar menjangkiti manusia, Islam telah mengajarkan arti sabar dan syukur. Sabar ketika kita mendapat hal yang tidak kita sukai atau biasanya manusia menyebutnya musibah. Syukur ketika kita mendapat sesuatu yang kita senangi atau kebahagiaan.
Kedua konsep ini adalah pencegahan dari perasaan manusia yang memang ada kalanya seperti roller coaster, naik turun dengan tiba-tiba dalam kondisi ekstrim. Bayangkan bila satu pagi kita mendapat kabar gaji kita atau laba bersih usaha yang baru kita dirikan tembus angka 1 M. Lalu tak lama setelahnya, ada kabar salah satu dari anak kita, ibu atau bapak kita, atau bahkan suami atau istri kita meninggal karena kecelakaan. Bila tak punya iman yang kuat, tak jarang orang langsung terjerembab dalam kondisi emosi dari yang semula sangat bahagia terjun bebas ke dalam kesedihan hingga depresi atau bahkan bunuh diri.
Bipolar memang tak sesederhana contoh kasus di atas. Karena bipolar ini biasanya merupakan ‘tabungan’ dalam jangka waktu yang tak bisa dibilang sebentar. Tapi sebetulnya apapun kondisi emosi yang menimpa manusia, apabila dibekali dengan iman yang kuat, insya Allah semua akan selamat.
Itulah kenapa Nabi tercinta yaitu Muhammad SAW memberi teladan pada kita untuk tidak berlebihan dalam segala hal. Ketika beliau bahagia, paling ‘banter’ beliau hanya tersenyum tidak tertawa lebar atau bahkan terbahak-bahak. Ketika sedih, beliau tidak meraung-raung tapi sekadar meneteskan airmata dengan sewajarnya. Selebihnya, kedekatan pada Allah yang terus ditingkatkan. Mengingatkan diri bahwa dunia ini hanya sementara. Bahagia dan sedih hanya merupakan bagian yang bernama ujian. Toh di sisi Allah, kedua hal itu adalah poin yang sama.
Bahagia kemudian sombong sama dengan sedih kemudian meraung-raung dan menghujat Allah. Sama-sama akan menghantarkan pelakunya ke dalam neraka. Bahagia kemudian bersyukur sama derajatnya dengan sedih kemudian bersabar, sama-sama mendapat kemuliaan di sisi Allah, pahala dan surga-Nya insya Allah. Jangan menyepelekan mereka yang sedang berjuang menghadapi gangguan bipolar. Jangan pula berbangga hati karena kita terbebas dari gangguan tersebut. Karena sungguh tak ada yang tahu apa yang akan terjadi sedetik ke depan dalam kehidupan kita.
Nikmat iman, Islam dan sehat memang hal yang harus kita syukuri. Dengan bekal ini kita bisa makin meningkatkan kualitas diri di hadapan ilahi Rabbi. Tapi jangan lupa pula bahwa di luar sana ada banyak manusia yang masih bingung menemukan jati diri apalagi bila bukan iman dan Islam yang kemudian menjadi pilihan. Di sinilah dakwah diperlukan, semampu kita meskipun hanya satu ayat.
Betapa banyak jiwa-jiwa dahaga yang menemukan muara air segar dalam iman Islam ini. Baik mualaf maupun yang sejak lahir muslim tapi kehidupannya jauh dari ajaran Islam, semuanya merasa menemukan jawaban dan makna kehidupan ketika akidah Islam sebagai sandaran. Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang menemukan kenikmatian beiman Islam sehingga tak perlu ada gangguang psikologi apapun dalam diri. Wallahu alam. [riafariana/voa-islam.com]