Sahabat Voa-Islam yang dirahmati Allah,
Pembahasan kali ini kita tidak membahas mie instan, tapi kita akan membahas zaman kita saat ini yang serba instan. Memang tidak bisa ditolak lagi akan perkembangan zaman yang sangat luar biasa ini, banyak alat-alat canggih yang dapat membuat pekerjaan kita terbantu. Namun sadar atau tidaknya, ada efek negative dari hal itu, kita menjadi malas untuk bekerja keras, kita menjadi banyak nganggur karena pekerjaan kita sudah selesai dengan cepat. Sebenarnya hidup serba instan itu lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya. Karena sosok pekerja keras itu tidak terlihat lagi, walau memang masih ada pada zaman saat ini, itupun sangat sedikit.
Hasil kerja tanpa proses instan lebih memuaskan dibanding kerja langsung siap, jika anda tidak percaya, silahkan di coba. Saya sendiri menjadi saksinya, pernah terpikir dalam benak saya untuk bertani, ingin menanam sayur-sayuran, dan hasilnya akan dijual dipasar. Tekadpun sudah bulat, saya memikirkan bagaimana langkah-langkah nya kedepan, saya berkonsultasi kepada kedua orang tua saya, dan kedua orang tua saya memberi langkah-langkah nya, mulai dari membeli bibit, lalu membuat ladang tanamnya. Saya berpikir pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan dengan sendirinya, saya mengajak dua sahabat saya namanya Arsyad dan Syafrizal, dan mereka berduapun setuju akan membantu, pada saat itu kami bertiga masih menginjakkan kaki di Madrasah Aliyah, dan kami bertiga memiliki pemikiran yang sama, yaitu ingin memiliki penghasilan sendiri walau masih muda.
Maka dari itu kami bertiga sepakat untuk membuat ladang sayur-sayuran, ladangnya terletak di depan rumah saya, karena tanah dirumah saya cukup luas, dan banyak yang tidak dipakai. Mulailah kami menebas rerumputan, begitu lelah, hari panas, keringatpun mengucur dari tubuh, namun pada saat melihat tanah gundul tanpa rumput, rasa lelah kami seperti sirna, karena senang melihat hasil dari pekerjaan kami, itu baru menebas rerumputannya. Tahap kedua kami mulai membuat batas-batas tanah, kami mencari kayu-kayu bekas dan tali plastik untuk membuat tanda luas tanah yang akan dipakai untuk bercocok tanam. Setelah tahap menandai selesai, kami mencari tanah-tanah yang biasa dijual orang-orang dengan karungan, harganya bisa dijangkau, lalu kami mulai mencari bibit yang mau ditanam, bibit itu seingat saya adalah bibit kacang panjang, satu-satu kami tanam bibit itu dengan teratur, walhasil, pekerjaanpun selesai, kami tersenyum melihat hasil kerja kami yang lumayan, hanya tinggal merawatnya saja lagi agar bibitnya tumbuh.
Hari demi hari saya dan teman saya merawat bibit itu, kami sudah tidak sabar ingin melihat tunas nya keluar dari tanah. Karena ketidak sabaran kami, hari-hari menunggu itu terasa lama, namun sampai pada hari yang di inginkan, saya keluar dari rumah dan melihat keadaan hasil kerja keras kami, terlihat tunas-tunas tumbuh dari tanah, rasa senang yang menggebu-gebu di dalam dada muncul, saya tidak sabar untuk memberitahu akan hal ini kepada kedua teman saya. Pada saat saya ceritakan, senyuman bangga terlihat dari kedua wajah teman saya. Sungguh itu sangat menyenangkan bagi kami bertiga. Saya berpikir, mungkin beginilah rasa senang yang dirasakan para petani diluar sana ketika tahu mereka menghasilkan panen. Kami pun merawatnya hingga ia tumbuh, hari demi hari bibit kami tumbuh memanjang, akhirnya kami pun mencari kayu untuk perambatan kacang panjangnya, karena katanya kalau kacang panjang tumbuh, ia akan merambat. Waktu pun terus berputar, saya melihat kacang panjang kami makin tumbuh, sampai pada hari ia menghasilkan kacang panjang, beberapa dari nya sudah menghasilkan kacang panjang, namun mungkin sudah takdir, agak ada sedikit kesedihan, beberapa dari tumbuhan tersebut ada yang mati, mungkin karena kesalahan kami yang kurang jeli merawatnya.
Semakin hari semakin sedikit sisa dari tumbuhan kami, karena banyak diantaranya yang mati, layu, bahkan ada yang hancur, mungkin dimakan hewan atau serangga. Kesedihan terlihat dari raut wajah kami, kami pun memutuskan untuk menghentikan usaha kami ini, mungkin rasanya menanam kacang panjang di dataran rendah yang berair tidak cocok, entahlah, kami tidak faham cara menanam. Hari berlalu, saya berpikir tanah yang tidak dipakai didepan rumah saya enaknya diapain ya. Akhirnya muncul sebuah ide yang lebih ekstrem lagi, saya ingin memelihara ikan lele, ikan yang memiliki kumis panjang. Lalu saya beritahu kepada dua teman saya tadi, bahwa saya memiliki ide lain agar kita dapat menghasilkan uang sendiri, kedua teman saya pun setuju. Lalu kami berpikir apa saja tahap yang harus dikerjakan, yang paling utama adalah ikan lele tentu hidup diair, tidak mungkin ikan lele kami kubur di tanah sebagaiman kami kubur bibit kacang panjang sebelumnya. Karena dataran didaerah saya itu rendah, dan tanahnya itu lembek, jika digali, akan muncul air-air kecoklatan. Maka kami mulai menggali tanah-tanah bekas menanam kacang panjang tersebut, gali menggali sampai tubuh kami tenggelam didalam air yang awalnya kayak lumpur, foto-foto kami saat menggali mungkin masih ada disimpan oleh teman saya Arsyad di dalam facebooknya, yaitu Muhammad Arsyad Syakrani, silahkan bagi sahabat yang mau melihat kami bermandikan lumpur, semoga ia masih menyimpannya.
Namun Alhamdulillah ada saja Allah memberikan jalan keluar, ada teman dari bapak saya yang memberi kami jaring tersebut.
Seingat saya kami menggali tanah itu dengan cangkul memakan waktu dua hari, agar tempat itu menjadi sebuah sumur persegi panjang untuk bertenak ikan lele. Walhasil, tempat bertenak ikan lele sudah jadi, berupa sumur yang tidak luas. Kami memikirkan tahap selanjutnya lagi, yaitu membuat jaring disekeliling sumur, karena kata orang tua saya, lele itu bisa masuk kedalam tanah-tanah yang lembek karena kandungan air di dalam tanah itu. Jadi gunakan jaring agar ia tidak bisa kemana-kemana. Awalnya kami kesulitan mencari jaring, karena harganya yang lumayan, sedangkan kami masih para remaja sekolahan. Namun Alhamdulillah ada saja Allah memberikan jalan keluar, ada teman dari bapak saya yang memberi kami jaring tersebut. Jaring sudah ada, sekarang tinggal ikannya lagi, namun karena ada desakan dari sekolah untuk belajar, apalagi seingat saya pada waktu itu mau mendekati ujian, kedua teman saya memberi saran untuk fokus belajar, impian kami untuk bertenak lele di tunda dulu, awalnya saya tidak semangat mendengar hal itu, tapi mau bagaimana lagi, akhirnya impian kami untuk bertenak lele tidak berjalan dengan baik. Hingga sampai saat ini, tanah yang kami gali hanya menjadi sumur saja.
Sahabat, dari cerita nyata yang saya alami itu, saya ingin memberitahu bahwa jika kita bekerja dengan hasil tangan kita, tanpa ada alat canggih yang membuat semuanya jadi instan, itu terasa menyenangkan, ada rasa bahagia tersendiri. Ketika kita sudah merasa lelah dengan apa yang kita kerjakan, namun pada saat kita melihat hasilnya, ada rasa kegembiraan didalam diri. Rasa ini yang jarang dimiliki oleh orang-orang yang hanya mau serba enak, serba ada, serba instan. Percayalah pada saya, dan silahkan di coba dengan sendirinya, ini tidak akan merugikan anda. Jika kita membaca biografi orang-orang sukses, tentu awalnya mereka berjuang susah payah agar mencapai demikian. Contoh, sahabat tentu kenal dengan Imam An Nawawi, beliau telah menjadi Imam besar, sebelumnya beliau telah menjual rumahnya sebanyak dua kali hanya untuk membeli kitab, betapa peliknya. Mungkin diantara kita tidak ada yang mau menjual rumahnya hanya untuk membeli kitab. Contoh yang lain, Al Imam Ahmad bin Hanbal, kita pasti kenal beliau, seorang Imam mazhab diantara empat mazhab. Tahukah anda, beliau rela berjalan jauh selama sebulan hanya untuk mendapatkan One Hadith, hanya untuk mendapatkan satu hadits, beliau melakukan safar sejauh itu? Ada yang mau seperti itu pada saat sekarang ini? Namun lihatlah hasil dari upaya keras mereka, mereka menjadi orang-orang sukses dunia dan akhirat insya Allah.
Untuk menggapai kesuksesan, bukanlah dengan cara instan, bukanlah dengan cara kemalasan, mau enaknya saja, harus ada kerja keras yang menguras tenaga, harta dan pikiran. Saya rasa belum ada sejarahnya orang sukses yang mendapatkan kesuksesannya hanya dengan cara-cara instan. So, jangan menyerah, mulailah dari nol hingga menjadi angka yang tidak ternilai. Kita sering kali melihat seseorang itu hanya dari hasil kesuksesannya saja, tapi tidak mau kita memperhatikan bagaimana proses ia menuju kesuksesan tersebut.
Mungkin dari kita ada yang awalnya semangat untuk menjadi sukses, namun ditengah perjalanan ia menjadi futur. Penyebabnya karena tidak adanya rasa kesabaran dalam meniti karir. Ingat! Kesuksesan itu perlu pengorbanan, bukan hanya langsung dapat saja. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam saja harus melalui masa-masa rumit sebelum Nabi kita yang mulia ini mencapai kesuksesan yang gemilang, bahkan para orientalis saja mengakui bahwa tidak ada orang yang bisa mencapai kemenangan seperti yang di dapat oleh Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, tentu semua itu adalah berkat Allah ‘azza wa jalla.
Setiap langkah kita menuju kesuksesan, pasti ada saja kendala-kendala yang menimpa kita, entah kendala seperti apa, yang jelas ada. Allah ta’ala berfirman, “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan ( saja ) mengatakan “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji?”( Al Ankabut : 2 ). Jadi hilangkanlah metode instan dalam hidup kita. (***)
Penulis :
Muhammad Rizki
Mahasiswa S1 Jurusan Tafsir Hadits
UIN SUSKA Riau