View Full Version
Rabu, 12 Nov 2014

Kisah Muslimah di London Asal Palestina: Orang Miskin yang Kaya

Sahabat Smart Teens yang Shalih dan Shalihah...

London tiap Jumat menjadi waktu yang spesial bagi saya. Itu karena saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk mengikuti salat Jumat di Masjid. Ada tempat khusus bagi perempuan dan anak-anak agar bisa ikut berjamaah.

Saya memilih berjalan kaki saja daripada naik bus yang membutuhkan waktu sekitar tiga menit. Selain menghemat uang untuk naik bus, berjalan kaki di tengah suhu 6’ C bisa menghangatkan tubuh. Selain mengusir rasa malas, aktivitas jalan kaki bisa menyehatkan juga.

Alokasi uang untuk naik bus saya gunakan untuk membeli ‘cheese cake’ atau kue keju yang dijual di Masjid. Insya Allah tidak ragu akan kehalalannya karena yang menjual adalah saudara seiman. Saya bawa pulang kue itu. Rencananya akan saya nikmati di rumah sebagai pengganti energi berjalan kaki selama 15 menit. Lumayan, pergi pulang saya telah berolahraga selama 30 menit.

Pukul 16.00 saya pulang dari Masjid. Hari telah gelap karena musim gugur menyebabkan waktu siang menjadi pendek. Maghrib pun telah tiba. Ketika berjalan melewati stasiun bawah tanah yang letaknya tak jauh dari flat tempat tinggal, saya melihat seorang perempuan paruh bawa berjilbab hitam. Dia berdiri di pintu masuk stasiun St. Jhonswwod membagikan surat kabar dan majalah gratis kepada para pengguna kereta bawah tanah.

Rasa iba terbersit dalam hati. Saya saja yang berjalan kaki merasa tangan hampir beku di suhu 6 derajat ini apalagi ibu tersebut yang hanya berdiri lama di situ. Setelah mengucap basmallah, saya pun menghampirinya.

“Sister, please take this as my gift to you.”

Ukhti, tolong terima ini sebagai hadiah dari saya. Saya angsurkan sejumlah uang meskipun tak seberapa untuknya.

“No, Sister. Thank you. I'm here to give the free newspaper. Take this, it’s free and i don’t need your money.”

Tak usah ukhti, saya di sini bekerja membagikan koran dan majalah gratis. Ambil saja. Saya tidak bisa menerima uangmu.

Hal itu dikatakannya sambil menyodorkan majalah dan koran pada saya.

Karena tak mau menerima uang yang saya beri, saya teringat bahwa di tas ada Samosha yaitu makanan camilan khas Pakistan untuk suami. Isinya daging kambing dan ayam, agak pedas.

"If not please take this food, it’s freezing now this will make you warm."

Kalau begitu saya ada makanan. Tolong diterima ya. Dingin Bu, ini bisa bikin badan Ibu hangat.

Tapi, tahukah apa reaksi ibu ini?

“No no my dear, thank you. I couldn’t take your kindness. It’s ok. I'm Palestinian, we don’t ask money and food to people but we work so Allah will take care of us.”

Tak usah ukhti, terima kasih. Saya tak bisa menerima kebaikan ukhti. Saya orang Palestina, kami tidak meminta uang dan makanan pada orang. Kami bekerja sehingga Allah menjaga kami.

Masya Allah, barakallahu fiik ukhti. Semoga Allah menjagamu dan melimpahi kehidupanmu dengan barakah. Mendengar jawaban tersebut, hampir saja airmata ini mengalir. Terharu. Betapa mulianya hidup muslimah ini. Semoga kita bisa meneladaninya, insya Allah.

(Pengalaman ukhti Rahma Rahimah Thaib, ditulis ulang oleh riafariana/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version