Sahabat Smart Teen...
Negeri ini semakin darurat. Inilah akibat dari penerapan sistem kehidupan Sekuler (meniadakan aturan agama-Islam-dalam urusan pemerintahan) dan Kapitalistik. Sebagai fakta yang amat nyata yang masih hangat diperbincangkan atas apa yang terjadi pada awal-awal Bulan Desember lalu. Meski tidak dipungkiri, hal serupa sudah berkali-kali terjadi sebelumnya.
Bagaimana tidak, beratnya beban hidup, melebarnya kesenjangan ekonomi, perilaku menantang bahaya, hingga ekspresi identitas kultural kelompok marjinal membuat minuman keras oplosan terus dibuat dan beredar di masyarakat. Banyaknya korban nyawa dan kecacatan seumur hidup tidak mengurangi hasrat sebagian orang untuk mencobanya.
Penegakan hukum dan edukasi tak cukup menghentikan peredaran minuman itu. Hal itu yang menimpa 34 orang yang tewas dan 121 orang yang dirawat di rumah sakit di Garut, Sumedang, Jakarta, dan Bogor sepekan terakhir seusai menenggak minuman keras oplosan. Cairan itu dibuat dari alkohol berbahan dasar etanol kadar 70-96 persen dengan berbagai bahan yang bukan untuk diminum, seperti metanol (spiritus), berbagai obat kimia, dan losion obat anti nyamuk. Oplosan dibuat dari alkohol teknis mengandung metanol yang amat berbahaya bagi kesehatan. Kalaupun korban penenggak oplosan tidak meninggal, metanol memicu kebutaan dan merusak otak. Jika tidak, dampak racun metanol adalah kebutaan, koma, hingga kematian. (Baranews.co.id.)
Psikolog sosial Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, menjelaskan, konsumsi minuman keras oplosan menunjukkan perubahan gaya hidup kelompok masyarakat tak produktif. Kemiskinan dan pengangguran membuat mereka mencari pelampiasan tidak sehat. Ditopang kian terbukanya informasi, mendorong mereka meniru budaya luar minum minuman keras. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai maraknya minumas keras oplosan yang beredar di masyarakat merupakan akibat dari pelarangan produksi. Menurutnya, pelarangan produksi membuat banyak masyarakat yang nekat untuk mengoplos sendiri tanpa takaran yang sesuai, dan akhirnya menyebabkan kematian bagi orang yang mengkonsumsinya. Hal itu disampaikannya menanggapi tewasnya 16 orang usai menenggak minuman keras oplosan di Garut, Jawa Barat. Para korban tewas dan kritis akibat miras oplosan ini berusia dari 15 sampai 22 tahun. (Indonesiasatu.Kompas.com).
Siapa bilang miras tidak oplosan menjamin keamanan, dari segi bidang kesehatan, miras/ alkohol mengandung bahan corticotropin releasing factor (CRF), yang membuat kondisi tegang dan depresi. Tidak berhenti disini, hal ini juga sangat berbahaya bagi kelangsungan generasi. Orang tua dengan level sebagai alkoholik, akan menularkan ke anaknya karena pembentukan dan kandungan darah yang ada dengan kemungkinan sebesar: Pria sebesar 20% , perempuan sebesar 30-50% . Alkohol (miras) juga dapat merusak bagi tubuh, yang tidak hanya otak tetapi hampir seluruh tubuh akan mengalami hal pengrusakan. Seperti : hati, jantung, ginjal, syaraf, pembuluh darah.
Orang yang sedang mengonsumsi alkohol jelas ia akan mabuk dan cenderung kehilangan akal sehat dan kendali atas dirinya sendiri. Dengan menurunnya kendali maka mereka pun kehilangan kesadaran dan tanggung jawab atas setiap tindakannya. Kalau kita perhatikan acara kriminalitas di televisi, banyak sekali kasus-kasus kekerasan yang terjadi akibat pelakunya telah menenggak minuman keras, seperti perkelahian, pembunuhan, dan pemerkosaan. Kecelakaan yang tidak disengaja pun bisa terjadi seperti kecelakaan kendaraan akibat menyetir ketika sedang mabuk. Lantas, mau jadi apa generasi kita ini kedepan? Na’udzubillah imindzalik.
Kita, sebagai seorang muslim tentu menyikapai hal ini dengan sangat tegas. Bahwa aturan yang kita pakai sebagi pedoman hidup adalah dari Islam, aturan yang berasal dari Allah. Islam dengan tegas mengharamkan mira (khamr) . Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. al-Maidah [5]: 90)
Maka, sangat jelas haram hukumnya mengonsumsi dan melegalkan miras, baik oplosan maupun bukan. Baik sedikit maupun banyak.
Adapun saat ini, pemerintah telah melegalkan miras dengan pengawasan dalam peraturan presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang ditandatangani SBY pada 6 Desember 2013 menunjukkan adanya kepentingan bisnis di belakangnya. Menurut catatan Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) orang Indonesia mengkonsumsi 100 juta liter bir pertahun.
Jumlah konsumen minuman keras domestik terus meningkat 3-4 % pertahun, belum lagi dengan bertambahnya kunjungan wisatawan asing. Maka pengusaha miras ingin agar pembatasan miras dilonggarkan dan kuota produksinya ditambah. Secara tidak langsung, keputusan pelegalan miras ini menjadi jalan bagi mulusnya bisnis miras itu. Melarang distribusi miras memang menjadi dilema pemerintah di negeri ini. Pemasukan pajak dari produksi miras sangat tinggi. Pada 2012 pendapatan negara dari tarif cukai miras yang mengandung etil alkohol Rp 3,2 triliun serta pendapatan dari etil alkohol dan etanol Rp 123 miliar. Pada 2013 hingga September, pendapatan cukai dan tembakau Rp 76,3 triliun, dari jumlah ini 96 persen dari cukai tembakau. Adapun cukai miras berkontribusi 3,84 persen dan cukai etil alkohol 0,14 persen. Itulah sebabnya pemerintah seperti memakan buah simalakama. Jika miras dilarang, pemasukan berkurang; jika tidak dilarang, akan merusak generasi. (Republika.co.id).
Karena dilema ini, yang bisa dilakukan hanyalah pengaturan. Miras oplosan ilegal karena tidak mendapatkan izin dan tidak membayar pajak. Artinya, tidak ada pemasukan bagi negara dari miras oplosan ini. Miras oplosan diharamkan pemerintah. Berbeda dengan miras legal yang izin pendiriannya jelas. Karena izin pendiriannya jelas, jelas pula pembayaran pajaknya.
Negara mendapatkan keuntungan dari penjualan miras legal. Artinya, miras legal dihukumi halal oleh pemerintah. Ironi sekali. Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, ternyata bimbang menetapkan hukum halal haram miras. Miras dihalalkan jika menghasilkan pemasukan bagi negara, sebaliknya diharamkan jika tidak menghasilkan pemasukan. Jika halal haram berdasarkan pada standar untung rugi, selamanya kasus miras oplosan akan berulang memakan korban. Inilah, bukti akibat pengaturan Sekuler-Kapitalis yang tidak mempunyai standar yang jelas dan baik. Saatnya menggunakan standar hukum yang jelas, yaitu standar hukum Allah dalam menetapkan halal haram.
Penulis: Zahbia Dina Latifah, (Mahasiswi Fakultas Ekonomi UNY)
Foto: viva.co.id