View Full Version
Kamis, 19 Mar 2015

Black Swan: Karena Kecantikan Bukan Hanya Fisik

Pernah gak satu kali dalam hidup, kamu merasa jadi cewek yang terlahir nggak sempurna? Sudah miskin, pinter juga enggak, wajah gak cantik lagi. Rasa-rasanya lengkap deh penderitaanmu. Kamu memandang cewek lain dengan sudut pandang iri, kenapa yah aku gak seberuntung dia?

Kalem aja teman. Kamu gak sendirian kok mengalami hal seperti itu. Ada jutaan cewek di luar sana yang merasa bahwa dirinya tidak menarik. Banyak hal dikeluhkan, mulai dari dahi yang terlalu lebar, mata yang terlalu kecil, hidung yang pesek, gigi gak rata, tubuh pendek dan gemuk, dan masih banyak keluhan lainnya. Mereka ini memandang cewek dengan tubuh semampai, hidung mancung, senyum menawan, dengan pandangan iri bin kepingin. Ah…seandainya aku bisa secantik itu.

Kemudian, klinik kecantikan pun penuh. Banyak banget cewek yang menyerbu untuk sekedar make over alias permak wajah. Yang pesek jadi bangir, yang matanya sipit diperlebar, yang kulitnya berkerut ditarik atau diberi botox biar kenceng, tubuh gendut disedot lemak, tubuh kurus dibikin berisi biar montok, dan sebagainya. Seakan-akan kecantikan dan kesempurnaan fisik adalah segalanya dan tiada duanya.

Di TV ada program yang berjudul The Swan. Program ini semacam reality show yang mencari cewek paling jelek kemudian dipermak menjadi cantik. Gak tanggung-tanggung permakannya bisa total merubah wajah hamper 100%. Jangankan orang lain, yang dipermak sendiri pun sampai gak mengenali wajahnya sendiri. Mulai dari lebar dahi, bentuk hidung, pipi, rahang, bentuk gigi, semua-mua diubah total oleh dokter kecantikan. Meskipun mengalami kesakitan sedemikian rupa, si ‘korban’ merasa pengorbanannya setara dengan hasilnya.

Memang sih, reality show ini belum sempat diadopsi oleh TV negerinya si Komo ini. Tapi siapa yang menjamin kalo dua atau tiga tahun ke depan bukan menjadi gaya hidup masyarakat kita? Atau jangan-jangan salah satu dari masyarakat itu adalah kamu sendiri yang membayangkan pingin cantik dengan make over total kayak gitu? Okelah gak total, tapi pasti ada di antara kamu yang mulai terbersit rasa kepingin untuk mencukur alis, misalnya. Iya apa iya? Atau mungkin mewarnai rambut biar kayak bule kesasar. Bisa juga sekedar operasi ringan memancungkan hidung, meratakan gigi dan sedot lemak. Ehem…ngaku aja deh.

Tapi pernah gak kamu tahu bahwa sebetulnya orang yang sering kamu anggap cantik, itu merasa bahwa dirinya gak cantik. Kok bisa? Bisa dong. Di pertunjukan Oprah Winfrey show pernah ditampilkan seorang foto model yang cantik jelita tapi mengalami krisis psikologis karena dia selalu menganggap dirinya gak cantik. Nah, lho! Itu di negeri orang lain, di negeri sendiri juga ada kok. Teman saya cerita kalo dia punya teman. Hehe, ceritanya temannya teman saya adalah teman saya juga. Jangan bingung yah.

Menurut teman saya, temannya ini cantik sekali. Sudah gitu pintar, lulusan universitas ternama di negeri ini. Kerjaannya juga mapan dan cukup sukses. Tapi ternyata eh ternyata, ia tidak pernah merasa dirinya menjadi orang seberuntung menurut sudut pandang orang lain. Ia selalu merasa dirinya tidak cukup cantik untuk hidup di dunia ini. Dia tidak bisa memandang dirinya sebagaimana orang lain memandangnya.

Beda lagi dengan teman saya yang lainnya. Ada dua sosok teman yang ingin saya ceritakan di sini. Yang satu sudah menikah, yang satunya belum. Ada perbedaan dan persamaan antara keduanya meski mereka tidak mengenal satu sama lain. Persamaannya mereka adalah keduanya sama-sama bertubuh besar alias gemuk bin endut. Salah satu ketakutan terbesar seorang cewek adalah bila mempunyai tubuh gendut. Tapi keduanya sama-sekali tidak pernah memusingkan hal ini. Bahkan kedua-duanya adalah sosok yang sangat ceria dan tak pernah menganggap hidup ini tak adil hanya karena mempunyai tubuh yang endut. Sebut saja teman saya ini si A dan si B.

Si A sangat tahu bahwa seringkali cewek dinilai cowok dari penampilannya. Karena tahu inilah, ia sengaja makan sebanyak-banyaknya agar berat badannya semakin naik dan naik terus. Karena ia beranggapan bahwa cewek seharusnya tidak dinilai dari penampilan, tapi dari isi kepala dan hatinya. Saya masih bias memaklumi teman saya ini karena ia adalah seseorang yang lahir dan besar di keluarga yang berkecukupan.

Tapi beda dengan si B. Teman saya yang satu ini hebat dan luar biasa. Terlepas dari tubuhnya yang besar, ia terlahir di keluarga yang sangat biasa dari segi perekonomiannya. Bahkan orang tuanya meninggal ketika ia masih kuliah semester awal dengan dua adik yang masih bersekolah juga. Kalo hal ini menimpa orang yang tidak beriman, kondisi ini sangat memungkinkan seseorang untuk menggugat takdir karena telah berlaku demikian kejam.

Tapiapa yang dilakukan oleh teman saya ini? Ia bangkit. Ia tak mau terpuruk. Demi menyambung hidup, apa pun dilakoninya asal halal. Mulai memberi les, membantu orang menguruskan SIM alias makelar, apa pun. Dan yang utama, dakwahnya kenceng banget. Ia tak membiarkan diri terpuruk pada kesedihan. Ia bangkit dan menginginkan kebangkitan pula pada msyarakatnya. Subhanallah, saya selalu kagum setiap melihat semangat dan keceriaannya.

Apa sih yang membuat sosok-sosok di atas berbeda satu sama lain? Ikuti terus tulisan ini di bagian 2 ya. Insya Allah akan dikupas tentang menjadi cantik tanpa harus kehilangan jati diri. Ingin cantik tapi memilih jalan yang syar’i. Bisa, insya Allah. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: fuseopenscienceblog


latestnews

View Full Version