View Full Version
Jum'at, 26 Jun 2015

Manusia Sahara, Ketika Laki-laki Bercadar dan Perempuan Lazim Ganti Pasangan

Mereka mengaku muslim. Tapi banyak sekali hal-hal dalam keseharian mereka yang bahkan bertentangan dengan Islam. Katakanlah dalam hal berpakaian. Bukannya perempuan, tapi laki-lakilah yang menutup wajah mereka. Alasan mereka sederhana saja: perempuan itu cantik dan kami senang melihat wajah mereka.

Manusia Sahara ini adalah suku nomaden bernama Tuareg. Meskipun beragama Islam, tapi tradisi mereka bisa dibilang sangat jauh dari Islam. Kehidupan praktis mereka cenderung memakai akar budaya  yang keberadaannya jauh lebih kuat daripada agama yang dianut. Dalam hal pergaulan bisa dibilang sangat bebas. Perempuan dipersilakan berganti-ganti pasangan seksual sebelum resmi menikah. Naudzubillah min dzalik.

Laki-laki yang setiap malamnya bisa saja selalu berganti itu, datang ketika malam tiba dan pergi sebelum matahari terbit. Pihak keluarga pun tahu tapi pura-pura tidak tahu. Mereka membiarkan hal ini terjadi pada anak gadisnya. Alasannya karena suku Tuareg ini sangat menjunjung tinggi ‘privacy’ seseorang sehingga tidak berhak turut campur.

...Mereka mengaku muslim. Tapi banyak sekali hal-hal dalam keseharian mereka yang bahkan bertentangan dengan Islam...

Tak heran ketika akhirnya mereka menikah, suku ini sangat rentan dengan kasus perceraian. Perempuan memunyai hak atas semua harta dan anak setelah cerai, laki-laki dipulangkan ke rumah orang tuanya dengan hanya membawa baju di badannya saja. Bila beruntung, dia pulang dengan naik onta. Itu saja hartanya setelah perceraian. Selanjutnya keluarga perempuan segera menggelar pesta perceraian sebagai isyarat bahwa perempuan tersebut boleh diperebutkan olah laki-laki di luar sana.

Begitu juga dalam hal berumah tangga. Pemilik tenda dan rumah, hewan ternak, dan semua harta yang ada adalah pihak perempuan. Setiap laki-laki harus melibatkan pendapat perempuan bisa ibu atau istrinya dalam mengambil satu keputusan, apapun itu. Begitu juga dalam hal kebijakan politik suku tersebut, perempuan harus selalu dilibatkan meskipun tidak secara langsung.

Seorang menantu laki-laki sangat hormat pada mertua perempuan hingga merasa malu dan tak berani makan di depannya. Tak jarang bila ada tamu laki-laki dan si menantu menemaninya dijamu makan di rumah mertua perempuan, ia harus memalingkan muka dan tubuhnya membelakangi mertuanya itu.

...Beberapa pihak dari suku ini menganggap bahwa apa yang menjadi tradisi sukunya itu sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan dunia modern lagi...

Terlepas dari kedudukan perempuan, suku ini mengelompokkan anggota masyarakat berdasar sistem kasta. Tetap saja ada yang dianggap bangsawan sebagai kasta tertinggi dan pekerja kasar sebagai kasta terendah.

Apapun kondisi suku Tuareg yang berdiam di Sahara, angin perubahan tak ayal menyapanya juga. Sebagian perempuan sudah mulai sadar akan hijab. Meskipun ada yang menengarai hal itu hanyalah sebagai bagian dari trend fashion dan bukan karena alasan relijius. Beberapa pihak dari suku ini menganggap bahwa apa yang menjadi tradisi sukunya itu sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan dunia modern lagi.

Kesadaran berislam dengan benar sepertinya sudah mulai merambah suku Tuareg ini. Seruan untuk kembali ke bahasa Arab sebagai bahasa Al Quran mulai bergaung. Orang-orang ini juga meyakini bahwa budaya Tuareg terutama music dan tariannya itu sangat tidak sesuai dengan Islam. Bagaimana suku ini memposisikan perempuan juga harus ditelaah ulang. Semoga saja angin perubahan ini terus berhembus dan mengarah pada kesadaran berislam suku Tuareg dengan lebih baik. Wallahu alam. (riafariana/dailymail/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version