View Full Version
Jum'at, 14 Aug 2015

Kisah Mualaf Theresa Carter: Hijab Membuatku Jadi Diri Sendiri

Sebelumnya, aku tak pernah berbagi kisah tentang proses berislamku ini. Meskipun sudah 10 tahun berislam, rasanya aku masih merasa baru. Itu karena di tahun-tahun awal, aku tak begitu paham Islam dengan baik. Akhir-akhir ini saja aku mengenal Islam dengan baik dan merasa damai serta utuh menjadi muslimah. Alhamdulillah.

Aku mengenal Islam di tahun kedua kuliah. Saat itu ada laki-laki yang sangat berbakat dari Lebanon di kelas seni. Apapun yang dia gambar selalu indah dan terlihat keluar begitu saja dari dalam dirinya. Karena aku sangat menyukai seni dan keindahan yang dihadirkannya, laki-laki ini berhasil membuatku penasaran.

Saat itu aku adalah seorang Katolik yang taat. Hingga setahun kemudian, aku baru tahu kalau laki-laki yang kukagumi ini beragama Islam. Tapi latar belakang agama yang berbeda tak menghalangi kami untuk menjalin pertemanan. Bahkan diperkenalkannya aku kepada keluarganya. Menurutnya, aku adalah teman perempuan pertama yang dibawanya ke rumah. Semakin aku paham Islam, ternyata hubungan laki-laki dan perempuan itu sebetulnya tidak boleh saling ‘berteman’ seperti ini apalagi sampai pacaran. Ini betul-betul hal baru bagiku.

...Semakin aku paham Islam, ternyata hubungan laki-laki dan perempuan itu sebetulnya tidak boleh saling ‘berteman’ seperti ini apalagi sampai pacaran...

Dari laki-laki ini juga aku mengenal Islam lebih dalam. Dia bahkan merekam aktivitasnya ketika salat dan diberikannya kepadaku untuk kutirukan di rumah. Seiring dengan mengajariku Islam, pemahaman dia tentang Islam sendiri juga makin bertambah sehingga dia sendiri juga makin relijius. Aku pun belajar Islam dari video, dari buku tentang tata cara belajar salat baik yang sudah diterjemahkan bahasa Inggris maupun yang transliterasi bahasa Arab, hingga mencoba salat sendiri. Aku juga mulai belajar berhijab dan memakai baju yang longgar.

Ketika aku mencoba melafalkan bacaan salat dalam bahasa Arab, tiba-tiba saja muncul gelombang damai dalam hatiku yang susah diungkapkan dengan kata-kata. Rasanya seperti alunan ombak yang tenang di tengah samudera. Dan ketika aku mulai mendirikan salat, terasa seperti ada gula di dalam tubuhku. Terasa manis sekali untuk dirasakan. Mungkin karena aku melakukan ini semua demi untuk mengenal Allah lebih jauh.

Dalam perjalananku berislam, aku bertemu dengan seorang muslimah bernama Esraa. Pertama kali aku berhijab, aku merasa sangat malu dan tidak nyaman hingga momen bertemu Esraa secara tak sengaja di tempat kerjanya (dia bekerja di salah satu tempat cuci-cetak foto). Kebetulan aku ke sana untuk mencuci-cetak fotoku. Saat itulah kulihat dia dengan hijabnya terlihat begitu cantik. Aku kagum dengan bagaimana dia memakai hijabnya dengan sederhana.

...Hijab itulah yang membuatku menjadi diri sendiri. Kepribadianku yang sederhana seolah terpancar cemerlang melalui hijab tersebut...

 

Meskipun pemalu, aku adalah tipe yang mudah sekali memuji orang lain apalagi bila memang dia layak mendapat pujian. Aku pun memuji Esraa dengan hijabnya tersebut. Ketika memutuskan untuk kembali ke Mesir, hijab itu diberikan Esraa padaku. Hijab itulah yang membuatku menjadi diri sendiri. Kepribadianku yang sederhana seolah terpancar cemerlang melalui hijab tersebut.

Aku dan Esraa pun berteman baik. Ayah Esraa mengajariku berbuka puasa dengan kurma dan susu. Beberapa kali mereka mengundangku untuk berbuka puasa bersama di tahun pertama aku mengenal Esraa.

Pengalamanku berikutnya adalah ketika aku melakukan perjalanan ke Dearborn Michigan di saat imanku sedang kokoh. Di sana, aku merasakan yang namanya keheningan yang bersahaja. Itu karena teman yang kukunjungi dan tempatku menginap adalah seorang muslimah yang memilih hidup tanpa musik. Dia mengajakku ke kajian-kajian, memberiku kamar pribadi lengkap dengan sajadah dan buku-buku keislaman. Di saat-saat inilah, aku merasa hubunganku dengan Allah begitu sangat dekat.

Sebagai seorang muslimah berhijab, aku masih sangat mencintai hidup dekat dengan alam. Saat ini aku berprofesi sebagai fotografer untuk acara nikahan dan instruktur Pilates. Aku mengajar perempuan dari semua kalangan. Kesehatan, kesejahteraan dan kedamaian dalam diri sangat penting bagiku. Setiap hari aku bersyukur pada Allah untuk jalan Islam yang telah diberikannya padaku. Terima kasih Allah, untuk semua keindahan yang telah Engkau ciptakan dan mengizinkan kami untuk menikmatinya sepuasnya. Alhamdulillah. (verona/riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Verona collection

 

 


latestnews

View Full Version